Sabtu, 15 Desember 2012

ANALISIS KUMPULAN SAJAK’ TEBARAN MEGA’’ KARYA SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA SEBUAH KAJIAN PRAGMATIS

1. Latar Belakang Secara objektif kebudayaan mengandung aspek-aspek kehidupan. Baik di dalam konteks individu maupun sosial, secara jasmani dan rohani, serta menyangkut intelektualitas. kebudayaan juga tidak lepas dari ilmu pengetahuan, social, ekonomi, dan agama. Seni merupakan pangkal dari kebudayaan yang memiliki berbagai bentuk corak serta fungsi di dalam kehidupan baik dimasa lampau, masa kini maupun masa yang akan datang. Seni juga memiliki fungsi sebagai media untuk mengungkapkan ide, serta perasaan yang memiliki bentuk pengungkapan sebuah produk kebudayaan diantaranya karya sastra. Dilihat dari pengertian sastra atau kesuatraan adalah hasil karya manusia berupa pengolahan bahasa yang indah, berbentuk tulisan atau lisan sehingga menimbulkan kesan yang mendalam (dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sebagai produk sebuah budaya karya sastra memiliki bentuk seperti prosa fiksi, puisi dan drama. Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra, yang mengungkapkan fenomena intuisi perasaan dan pikiran pengarang. Puisi memang karya yang kompleks, singkat, pekat, dan padat. Untuk memahami karya sastra haruslah karya sastra puisi dianalisis (Hill1966:6). Dalam analisis puisi harus dapat dipahami sebagai bagian dari keseluruhan. (Culler 1977:170) yaitu untuk memahami sajak, haruslah diperhatikan jalinan atau pertautan sebagai bagian dari keseluruhan. Tirta Wijaya 1980. berpendapat bahwa puisi lawan kata sajak bukan prosa. Pendapat ini benar adanya dan didasari pendapat Samuel Taylor seorang tokoh romantik. Ia berpendapat bahwa sajak adalah sejenis karangan yang berlawanan dengan karya sains atau ilmu lain. Kepuitisan sebuah sajak yang prosais yaitu sajak yang memberi kenikmatan secara langsung kepada sang penulis dan sang pembaca. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa puisi tidak sama dengan sajak tetapi identik. Kemudian puisi tidak dipertentangkan dengan sajak atau puisi bagian dari sajak. Unsur instrinsik dan ekstrinsik puisi berbeda dengan unsur instrinsik pembangun prosa. Unsur instrinsik puisi adalah tema dan amanat, unsur musikalitas, korespondensi diksi, gaya bahasa, imajineri dan rima (Zuprianto 1987 :81). Kumpulan sajak Tebaran Mega karya Sutan Takdir Alisjahbana sebuah kajian pragmatis, mengandung unsur-unsur struktural yang cukup sempurna, karena sajak ini memiliki bobot filsofi yang tinggi dan mendalam, tersusun sangat menyentuh kehidupan sosialnya, banyak menggunakan lambang-lambang dan gaya-gaya bahasa serta perbandingan diksi (pilihan kata) yang variatif. Kumpulan sajak Tebaran Mega Karya Sutan Takdir Alisjahbana dapat terealisasi dalam suasana berkabung karena wafatnya istri tercinta. namun sikap optimis, nalarnya luas, mampu menghapus pilu menghalau duka yang mendalam. Penulis menganalisis sajak Tebaran Mega karena merupakan karya orisinil yang belum pernah penulis menemukan sajak ini di teliti oleh peneliti sebelumnya, sehingga penulis tertarik untuk menganalisis unsur struktural kumpulan sajak Tebaran Mega karya Sutan Takdir Alisjahbana. Penulis ingin tahu makna yang terkandung dalam puisi, penulis akan berusaha menganalisis dan mengkaji secara pragmatis ( agar berguna bagi umum ). Dari uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa kumpulan sajak Tebaran Mega karya Sutan Takdir Alisjahbana ini sangat menarik untuk diteliti terutama dari segi tifografi diksi, gaya bahasa, dan sarana retorikanya. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas maka yang menjadi permasalahan akan dianalisis dalam kumpulan sajak Tebaran Mega karya Sutan Takdir Alisjahbana yaitu : 1. Bagaimanakah struktur kumpulan sajak Tebaran Mega karya Sutan Takdir Alisjahbana ? 2. Bagaimanakah nilai yang terkandung dalam kumpulan sajak Tebaran Mega karya Sutan Takdir Alisjahbana ? 3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini ialah untuk mengetahui struktur dan unsur nilai yang terkandung di dalam kumpulan sajak Tebaran Mega karya Sutan Takdir Alisjahbana yang dianalisis agar bermanfaat bagi umum. 4. Manfaat Penelitian Manfaat penilaian yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah sebagai bahan informasi tentang struktur dan unsur nilai yang terkandung dalam kumpulan sajak Tebaran Mega karya Sutan Takdir Alisjahbana sebuah kajian pragmatis agar berguna bagi umum. 5. Landasan Teori 5.1 Konsep Dasar Puisi merupakan bentuk karya sastra yang bersifat konsentratif yaitu memusatkan isi daripada kulit luarnya. Hal ini berbeda dengan prosa yang sifatnya bercerita sehingga dapat menggunakan bahasa yang panjang dari pada puisi. Oleh karena itu kata-kata atau diksi dalam puisi harus singkat, padat, mantap dan penuh dengan makna. Pemadatan makna dalam puisi biasanya diperoleh dengan penghematan intensifikasi penggunaan kata atau hakekat kata. Konsep dasar puisi dapat ditinjau dari defenisi dipetik dari Kamus Besar Bahasa Indonesia. a. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui yang sebenarnya, sedangkan ditinjau dari bahasa linguistik yaitu penelaah yang dilakukan oleh peneliti atau pakar bahasa dalam menggarap duta kebahasaan yang diperoleh dari penelitian lapangan atau dari pengumpulan teks (penelitian kepustakaan). b. Kajian Kajian adalah proses, cara mengkaji atau menelaah sajak untuk memahami, makna yang terkandung di dalam sajak tersebut, dipetik dari Kamus Besar Bahasa Indonesia. c. Pragmatis Pragmatis adalah bersifat praktis berguna bagi umum bersifat mengutamakan segi keperaktisan dan kegunaan/manfaat pisik dari segi nilai-nilainya. (KBBI Pusat pengembangan Balai Pustaka edisi kedua). 5.2 Puisi Puisi adalah salah satu bentuk karya sastra yang dilahirkan dengan pikiran penyair secara imajinatif yang diikat dengan salah satu aturan puisi itu sendiri menggunakan bahasa yang estetis, matang dan bermanfaat. Sementara itu dilihat dari nilai-nilai/analisis semiotik kumpulan sajak Taburan Mega mengandung nilai-nilai dan tujuan semiotik terutama ruang lingkup bahasanya, sistem tenda, atau lambang bahasa terkait dengan sastra sistem tata nilai yang mewarnai karya sastra. 5.3 Teori Struktural Dalam ilmu sastra dikenal pendekatan struktur. Pendekatan struktur yaitu pendekatan yang berusaha menganalisis atau menelaah struktur-struktur yang membangun karya sastra dari dalam maupun dari luar. Struktur dari dalam disebut instrinsik sedangkan struktur dari luar disebut struktur ekstrinsik. Menurut Ahmad Badrun bahwa ilmu sastra itu mengenal dua aspek penyelidikan atau pendekatan. Kedua penyelidikan itu adalah penyelidikan instrinsik dan ektrinsik. Penyelidikan instrinsik adalah penyelidikan yang berusaha meneliti unsur-unsur karya serta yang membangun dari dalam misalnya imaji, sajak, rima, tifografi, imajeri, diksi gaya bahasa, dan suasana. Selanjutnya Soestisno mengatakan bahwa unsur instrinsik sering disebut susunan dalam, sehingga menimbulkan kesatuan gambar, makna, tanggapan atau kesadaran pembaca (1977:8). Sedangkan menurut Zaenudin Hendi bahwa unsur instrinsik adalah unsur-unsur hakiki, benar atau yang sesungguhnya dan sifat mendasar yang ada dalam puisi itu sendiri (1988:212) Puisi identik dengan sajak sebagai salah satu karya kreatif yang diwujudkan dalam bentuk bahasa memiliki unsur-unsur yang ditelusuri, unsur-unsur yang tergolong unsur intrinsik adalah tema, amanat, prasa, nada, diksi, imajinasi, kata-kata kongrit rima dan gaya bahasa (supriadi, 1985.388). Selanjutnya memnurut Juprianto, bahwa unsur intrinsik puisi adalah unsur-unsur yang membangun puisi dari dalam puisi itu sendiri seperti , tema, amanat, musikalitas, korespondensi, diksi serta nada dan suasana. Sedangkan unsur ektrinsik yaitu pembangun karya sastra dari luar adalah latar belakang penulisan, latar belakang pengarang latar belakang sosial, budaya, politik, agama, idiologi, serta ekonomi pengarang (82.87) Berdasarkan pendapat diatas unsur struktural yang dimaksud penulis yang menjadi bagian analisis yaitu unsur-unsur intrinsik dan ektrinsik. Dimana unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra didalam puisi itu sendiri. Unsur-unsur instrensik puisi antara lain : a. Tema dan amanat Tema merupakan gagasan pokok atau subjek yang dikemukakan oleh penyair, begitu juga pokok pikiran atau persoalan yang kuat dan mendesak dalam jiwa penyair dan dijadikan landasan acuan ucapannya. Cara penyair menyajikan tema bermacam-macam ada yang satu kali dibaca dengan cepat diketahui persoalan yang diungkapkan. Ada juga puisi yang dibaca berulang kali baru bisa dipahami temanya. Dalam pengungkapan tema oleh penyair diperlukan beberapa hal antara lain kekayaan imaji penyair, kecendikiawan penyair, kearifan penyair, dan keaslian tema yang diungkapkan sehingga mampu menampilkan tema yang orisisnil, berkesan dihati pembaca serta mampu menggugah imaji pembaca. Dari uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa tema adalah focus terhadap serta mampu menggugah imaji pembaca terhadap persoalan yang dibicarakan atau dikemabangkan oleh penyair terhadap puisinya. Amanat adalah tujuan penyair dalam menciptakan karya puisinya amanat penyair yang disampaikan tergantung pada pandangan hidup sang penyair (H.G. Tariqan, 1985.20-21). Selanjutnya Sitomorong bahwa amanat merupakan tujuan yang hendak dikemukakan oleh penyair akan bergantung pada pekerjaan , cita-cita, pandangan hidup sang penyair. Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa amanat adalah tujuan yang hendak disampaikan kepada pembaca atau penikmat puisi. b. Rima atau Persajakan Rima atau persajakan merupakan persamaan bunyi, pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas dengan pengulangan bunyi itu. puisi menjadi merdu jika dibaca. Untuk mengulangi bunyi ini penyair juga mempertimbangkan lambang-lambang bunyi dengan pilihan bunyi-bunyi sangat mendukung suasana dan perasaan sang pembaca puisi. Dalam rima terdapat onomotope bentuk interan pola bunyi, intonasi repetisi bunyi, dan perasaan bunyi, jadi rima tidak khusus berarti persamaan bunyi saja, tetapi rima lebih luas lagi karena menyangkut perpaduan bunyi komponen dan vokal untuk membangun orkestrosi atau musikalitas. Dari uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa rima dalam puisi berkaitan dengan persamaan, perpaduan, pengulangan bunyi yang terdapat dalam puisi baik diawal, ditengah maupun diakhir puisi. c. Nada dan Irama Nada atau irama sangat berhubungan dengan bunyi dan juga berhubungan denga pengulangan bunyi, kata dan frase serta kalimat irama dalam bahasa adalah pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembut, ucapan bunyi bahasa. Fungsi unsur irama atau musikalitas dalam puisi adalah menguatkan keindahan puisi memberi rima pada kata-kata dan membangkitkan emosi (kepuasan estetik), karena sebuah puisi hanya dapat dinikmati bila dibaca dengan irama yang baik maka penikmat harus pandai meletakkan intonasi, matra, dan enjandemen yang tepat pada sebuah puisi. Dari uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Nada atau irama berkaitan dengan paduan bunyi yang menimbulkan unsur musikalitas, baik berupa aluna keras lunak, tinggi rendah, panjang pendek, kuat lemah, kesan suasana, serta nuansa makna tertentu dalam puisi d. Diksi atau pilihan kata Penyair hendaknya mencurahkan perasaan dan isi pikirannya dengan setepat-tepatnya seperti yang dialamai batinnya, selain itu juga ia ingin mengekpresikan dengan ekspresi yang menjelma dengan pengalaman jiwanya. Puisi-puisi pujangga yang memiliki kakuatan pada diksi yang tepat, karena makna dan keindahan sajak dibangun oleh seni kata yang merupakan ekpresi pengalaman batin kedalam kata-kata yang indah, setiap kata yang digunakan dalam sastra mengandung napas penciptanya, berisi jiwa dan perasaan pikiran penyair Kata merupakan unsur integral dan esensial, yaitu penggunaan kata-kata yang tepat oleh penyair akan menunjukan kemampuan intelektual dalam melukiskan sesuatu, karena pada dasarnya menulis puisi bukan menulis kata-kata tetapi menulis kalimat kata-kata. Demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa diksi merupakan pilihan kata yang digunakan oleh penyair untuk menampilkan makna-makna dalam puisinya. e. Gaya bahasa Gaya bahasa dalam puisi menyebabkan puisi menjadi prismatis artinya memancarkan banyak makna atau kaya makna. Gaya bahasa adalah bahasa yang digunakana penyair tidak langsung mengungkapkan makna. Gaya bahasa dipandang lebih efektif untuk menyatakan apa yang dimaksud penyair karena : a. Gaya bahasa mampu menampilkan kesenangan imajinatif b. Gaya bahasa merupakan cara untuk menampilkan imajiunasi tambahan sehingga abstrak menjadi konkrit. c. Gaya bahasa mampu menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya. d. Gaya bahasa merupakan cara untuk mengkonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara penyair menggunakan bahasa untuk menampilkan aspek artistik dan astetik mampu menghasilkan kesan imajinatif yang tinggi. f. Imajeri atau citraan Lewat proses kreativ penciptaan puisi seharusnya penyair ingin agar pengalaman batinya dapat ditangkap dan dihayati oleh pembaca untuk maksud itu penyair menggunakan daya penciptanya, jadi citraan adalah gambaran angan yang dihadirkan menjadi sesuatu yang konkrit dalam takanan kata-kata puisinya makna-makna yang abstrak yang telah menjadi konkrit dapat ditangkap panca indra.. g. Tifografi dalam puisi Tifografi adalah cara penulis suatu puisi sehingga menampilkan bentuk-bentuk tertentu yang dapat diamati secara visual. Peranan tifografi dalam puisi selain untuk menampilkan artistik visual juga untuk menciptakan nuansa makna dan nuansa tertentu. Selain itu tifografi berperan dalam menunjukkan adanya loncatan gagasan serta penjelasan satuan-satuan makna yang ingin dikemukakan penyair. 5.5Teori Pragmatis Puisi Teori pragmatis puisi adalah suatu pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu pristiwa/kejadian yang mengutamakan segi kepraktisan dan manfaat agar berguna bagi setiap individu pada ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, sastra penyusunan larik dan bait ( dikutip dari KBBI Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Balai Pustaka edisi kedua ) Menurut Rene Wellek dan Austin Werren, ada tiga genere karya sastra yaitu prosa, puisi dan drama. Jadi langkah awal yang perlu kita pahami adalah puisi yang merupakan barang aneh atau suatu hal yang sangat asing dilingkungan kita. Walaupun minat akan sastra dilingkungnan kita sekarang ini jauh dari harapan, sebenarnya aktivitas berpuisi sudah dijalankan umat manusia selama ribuan tahun, tak terkecuali di Indonesia. Itu sebabnya bukan suatu hal yagn sia-sia bagi kita semua untuk memahami apa yang disebut dengan puisi. Puisi merupakan pernyataan sastra yagn paling inti menurut Rachmat Djoko Pradopo. Puisi adalah karya sastra yang dipersingkat, diberi irama, yang padu serta disajikan dengan kata-kata terpilih agar memiliki kekuatan pengucapan dan sarat makna. Sehingga pengarang atau penyair memilih kata-kata yang berbobot mampu menggambarkan sesuatu yang yang jauh lebih dalam daripada sekedar makna luarnya. Kata-kata dalam puisi itulah yang mewakili perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengosentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengosentrasian struktur fisik dan batinnya. Kegiatan menganalisis karya-karya sastra terutama puisi merupakan kegiatan mengapresiasi puisi bertujuan untuk mengkaitkan rasa. Apresiasi setiap pembaca dengan pengamat sastra sehingga dapat menggairahkan pembaca untuk mendekatkan diri dan peduli terhadap karya-karya sastra. 5.8 Biografi Pengarang Sutan Takdir Alisjahbana A. Biografi Pengarang Sutan Takdir Alisjahbana Sutan Takdir Alisjahbana lahir tanggal 11 Februari 1908 di Natal, Sumatra Utara ayahnya bernama Raden Alisjhbana (bergelar Sutan Arbi) adalah seorang bangsawan jawa. Sang ayah bekerja sebagai guru sekolah dasar didaerah Muko-Muko Sumatra Utara. Sejak duduk di bangku sekolah dasar Takdir telah memperlihatkan kecerdasan yang luar biasa. Ia selalu menjadi murid terpandai dikelasnya, setelah menyelesaikan pendidikan di His Bengkulu ia melanjutkan sekolah raja di bukit tinggi setelah itu ia menyelesaikan tingkat pendidikan tinggi di Hogere Kweekschool, Bandung, Takdir sempat mengajar di palembang kemudian memilih berkaris disebuah majalah bernama Panji pustaka. Pada tahun 1930 setelah bekerja selama tiga bulan dibagian naskah ia diangkat sebagai redaktor Kepala Panji Pustaka, saatitu juga beliau mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan di sekolah tinggi kehakiman 1942 dan meraih gelar mester inde rechten tepat ketika Jepang masuk ke Indonesia. Takdir juga pernah menerima gelar Doktor honoris causa dari Universitas indonesia 1979 dan Universitas sains, penang Malaisia 1987. Pada zaman pendidikan Jepang, beliau bekerja sebagai anggota penulis dan ahli komisi bahasa indonesia , berbekal kemampuan sebagmai ahli bahasa kemudian dingkakt sebagai pemimpin lembagga tersebut. Sejak itu karier Takdir berkembang pesat beliau juga tercatat pernah sebagai dosen Bahasa indonesia, sejarah, dan filsafat kesustraan dan kebudayaan di Universitas Nasional, Jakarta 1950-4958 Guru besar di universitas Andalas, Padang 1956-1958, serta guru besar dan ketua Departemen Study Melayu di Universitas Melayu, Kualalumpur 1963-1968 selain itu beliau sering diminta mengajar di beberapa perguruan tinggi di jakarta dan yogyakarta sementara itu karier dibidang politik cukup cemerlang, pernah menjabat sebagai anggota parlemen 1945-1949 anggota KNI dan anggota kontituante 1950-11960. Sutan Takdir Alisjahbana juga pernah menjadi anggota societe di lingiwtique de paris (sejak 1951) sebagai kawan terpelajar di kelas menengah kehidupan Sutan Takdir Alisjahbana terbilang berkecukupan, ia memiliki usah penerbitan, toko dan beberapa rumah pada masa pemerintahan orde lama kekayaan tersebut sempat disita oleh pemerintah, namun begitu pemerintahan orde lama runtuk kekayaan Sutan Takdir Alisjahbana dikembalikan. Kebalikan dari karier akademik yang gemilang kehidupan pribadi Sutan Takdir Alisjahbana kurang begitu beruntukng, ia juga menikah sebanya tiga kali, istri pertama, kedua meninggal mendahuluinya dan istri ketiga memiliki anak sepuluh orang. B Riwayat Kepengarangan Bersana Sanusi Pane, Armijn Pane, Sutan Takdir Alisjahbana adalah tokoh penting dalam generasi sastrawan angkatan pujangga baru disamping sebagai pelopor dan pendiri majalah pujangga baru. Berikut beberapa karya yang pernah dihasilkan Sutan Takdir Alisjahbana ada sebelas diantaranya Tebaran Mega, (kumpulan puisi jakarta pujangga baru) yagn dianalisis oleh penulis sebagai sekripsi untuk menyelesaikan studi strata satu (S1). 6. Metode Penelitian 6.1. Metode Penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian subyektif adalah metode populasi. Metode populasi adalah dimana seluruh subjek penelitian dijadikan sebagai populasi dan sekaligus sebagai siple penelitian bertitik tolak dari pengertian ini adalah kumpulan sajak Tebaran Mega Karya Sutan Takdir Alisjahbana adapun judul dan jumlah puisi seperti terdapat dalam tabel dibawah ini Tabel : populasi penelitian analisis kumpulan sajak Tebaran Mega Karya Sutan Takdir Alisjahbana No. Unit Judul sajak Tahun diciptakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Nikmat hidup Dalam gelombang Dikakumu Apakah maknanya Segala, segala Air mata Tak mengerti I. Kepada anakku II. Kepada anakku Rasa diri Bertemu Nikmat semata Mengapa separuh itu Betalah tahu Panggitan hidup (tampa jawab) Menyambut hidup Sudah dibajak Api suci Tiada tertawan Semarak itu Kenangan Menyebrang Ditepi pagar Perjuangan Demikian Kembali Sesudah topan Awan berkuak Sinar bintang Berayun dialun Bisik hidup Di tepi pantaimu Lagu Perambah papa Perdu dutaman Perjuangan ( kepada teman siswa ) Pohon beringin (kenangan ) Pohon dikebun 14 April 1935 14 April 1935 14 April 1935 20 April 1935 20 April 1935 20 April 1935 21 April 1935 23 April 1935 24 April 1935 26 April 1935 26 April 1935 26 April 1935 27 April 1935 27 April 1935 29 April 1935 29 Mei 1935 1 Mei 1935 tanpa tahun 3 Mei 1935 3 Mei 1935 3 Mei 1935 8 Mei 1935 tanpa tahun 8 Mei 1935 8 Mei 1935 8 Mei 1935 10 Mei 1935 14 Mei 1935 10 Mei 1935 16 Mei 1935 17 Mei 1935 20 Mei 1935 21 Mei 1935 23 Mei 1935 29 Mei 1935 24 Mei 1935 25 Mei 1935 22 Mei 1935 6.2. Data dan sumber data Data dalam penelitian adalah struktur dan nilai yang terdapat dalam kumpulan sajak Tebaran Mega Karya Sutan Takdir Alisjahbana sedangkan penelitian sumber data diperoleh dari kumpulan sajak Tebaran Mega yang Berjudul : Tebaran Mega Karya : Sutan Takdir Alisjahbana Penerbit : Dian Rakyat : Widya Utama 2007 Cetakan : kesatu 1935 : keempat 1996 : kelima 2008 Tebal Buku : 23 lember Warna kulit : Biru, ungu, kehijauan bergambar burung terbang 6.3. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data-data kedua metode tersebut adalah 6.3.1 Metode telaah adalah metode yang digunakan untuk menelaah data-data yang ada dalam kumpulan sajak Tebaran Mega metode ini digunakan untuk memahami isi meliputi struktur dan nilai yang terdapat dalam kumpulan sajak Tebaran Mega Karya Sutan Takdir Alisjahbana 6.3.2 Metode dokumentasi adalah metode yang digunakan dalam pengumpulan data yang diperoleh dari kepustakaan atau buku-buku yang digunakan sebagai objek penlitian, dengan metode ini diharapkan untuk dapat memperoleh data-data kepustakaan dalam memahami unsur-unsur struktural kumpulan sajak Tebaran Mega Karya Sutan Takdir Alisjahbana. 6.4. Metode Analisis Data Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah metode diskriptif yaitu suatu metode yang memberikan gambaran dan menjelaskan data-data yang telah dikumpulkan. Metode diskriptif ini juga digunakan karena penelitian ini merupakan penelitian studi pustaka. Langkah-langkah dalam menganalisis data 1. Mengidentifikasi data Yaitu data-data yang ada, dikenal, ditemukan dan ditetapkan unsur-unsur struktur dan aspek pragmatis puisi yang akan diteliti. 2. Pengklasifikasian data Maksudnya yaitu data-data dikelompokan sesuai dengan struktur dan nilai yang terdapat dalam kumpulan sajak Tebaran Mega karya Sutan Takdir Alisjahbana. 3. Interpretasi data Langkah terakhir yaitu mengevaluasi data pada teori yagn telah ditetapkan cara pengevaluasian data yaitu memberikan gambaran yang jelas tentang unsur-unsur intrinsik dan nilai-nilai yang terkandung dalam kumpulan sajak Tebaran Mega karya Sutan Takdir Alisjahbana. DAFTAR PUSTAKA Dianie Abdul Jalil 1990. teori dan preodesasi puisi indonesia penerbit angkasa Bandung . Sutan Takdir Alisjahbana. Cetakan kelima tahun 2008, kumpulan sajak (1935-1936) Tebaran Mega Rahmat Djoko Pradopo 1987 pengkajian puisi, yogyakarta, gajah mada University press Amirudin 1987 pengantar apresiasi karya sastra Malang, sinar baru Algensindo Arikunto, Suharsimi 1991 Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek Jakarta, PT Reineka Cipta Badrun Ahmad 1983 Ilmu sastra dan teori sastra, Surabaya, Usaha Nasional Efendi, Ruslan 1983 Selayang pandang kesuastraan indonesia Surabaya PT Usaha Nasional Nazir M. 1983, Metode Penelitian Jakarta, PT Gelia Indonesia Herman.J waluyo 1987 teori dan aprisiasi puisi, Jakarta PT Erlangga. Drs. Pesu Afterudin 1990, Pengantar Apresiasi puisi, Bandung. Penerbit Angkasa Bandung Hasanudin Ws. Cetakan 2002. membaca dan menilai sajak, pengantar dan pengkajian dan interprestasi penerbit. Angkasa Bandung. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN 2009 JADWAL KEGIATAN NO KEGIATAN BULAN MINGGU KE 1 2 3 4 5 6 Penyusunan Proposal Penelitian Penyusun skripsi Konsultasi skripsi Perbaikan dan pengadaan Ujian skripsi Juli Agustus Agustus September September Oktober 2 1 3 3 4 2 DATA DAN ANALISIS DATA Dalam karya ilmiyah ini penulis akan membahas data-data yang terdapat dalam kumpulan sajak Tebaran Mega karya Sutan takdir Alisahbana yang dikaji secara pragmatis. Data – data yang dianalisis tersebut mencakup unsure instrinsik dan nilai - nilai yang terkandung dalam kumpulan sajak Tebaran Mega karya Sutan Takdir Alisjahbana. 7.1. DATA PENELITIAN Nikmat Hidup Api menyala di dalan kalbu, Ganas membakar tiada beragak. Hangus Badan rasa seluruh, Kepala penuh bersabung sina. Malam mata tiada terpicing, Gelisah duduk sepanjang hari. Rasa dicambuk rasa didera, Jiwa ‘ ngembara tiada sentosa. Ya Alloh,Yatuhanku! Biarlah api nyala di kalbu, Biarlah badan hangus tertunnu. Api jangan engkau padamkan , Mata jangan engkau picakan, Jiwa jangan engkau lelapkan. 14 April 1935 Dalam Gelombang Alun bergulung naik meninggi, Turun melambah jauh kebawah. Lidah ombak meyerak buih, Surut kembali di air gemuruh. Kami mengalunn disamud’raMu, Bersorak gembira tinggi membukit. Sedih mengaduh jatuh kebawah, Silih berganti tiada berhennti. Didalam suka didalam duka, Waktu bahagia waktu merana, Masa tertawa masa kecewa, Kami berbuai dalam napasmu, Tiada kuasa tiada berdaya, Turun naik dalam’ramaMu. 14 April 1935 Di Kakimu Aku’ ngembara seorang diri, Badan lemah berdaya tiada. Tada gunung yang kudaki, Lepas mega menghadap wala. Berapa kali aku terhenti, Merebah diri melepaskan lelah. Sekali aku menninjau kebawah, Ta’jub melihat permai tamasya. Mana rumahku mana halaman, Mata mencari kelihatan tiada. Sekalian menyatu indah semata, Terpaku diri memandang taman. Tuhanlu,hati hasratkan Engkau! Pimpin umatMu naik memuncak, Tempat mega tiada menutup, Dan pandangan terus menerus, Dari kakimu tinggi di sawang, Aku hendak meninjau kebawah, Lihat bayangku hilang tenggelam, Daif papa tengah kebesaran 14 April 1935 Apakah Gunanya Ani, Aniku, dimana ngkau? Suramu masih kudengar, Rupamu masih kulihat, Ke mana melangkh engaku mengikut. Ani, Ani mari ke mari ! Kamas hendak meninjau matamu, Setia dalam melihat padaku, Mana suaramu, mana gelakmu? Ya Alalah, ya Tuhanku, Langkah lekas 'Kau ambil, "Kau rengutkan dari sisiku. Apakah dosa maka begini, Apa maknanya, apa gunanya Ganas demikian menimpa diri? 20 April 1935 Segala, Segala Ani, ya Aniku ani, Mengapa kamas engkau tinggalkan ? Lengang sepi rasanya rumah, Lapang meruang tiada tentu. Buka lemari pakaian berkata, Ditempat tidur engkau berbaring, Pergi ke dapur engkau sibuk, Segala kulihat segala membayang, Segala ku pegang segala mengenang. Sekalian barang rasa mengingat, Sebanyak itu cinta melayap. Pilu sedih menyayat di kalbu, Pelbagai rasa datang merusak 20 April 1935 Air Mata Ngalir, 'ngalirlah ar mata, Aku tiada akan 'nahanmu. Apa gunanya aku halangi, Engkau 'ngalirkan penuh kalbuku. Seperti air jernih emancar , Dari celah gunung ribun, Seperti hujan sejuk gugur,, Dari mega berat mengandung. Ngalirlah, wahai air mata, Engkau pun mendapat hakmu Dari Chail yang satu. Ngalir, 'ngalirlah air mata, Aku hendak merasa nikmat Panasmu, ngalir pada pipiku. 20 April 1935 Tak Mengerti Semuda itu lagi, Sebanyak itu cinta dikandug, Sebesar itu harapan di dda, Segembira itu menyambut hidup. Mungkin kah kau Ni tidak lagi, Berjalan pergi tiada kembali, Merantau jauh tiada menentu Negeri mana tempat berhenti? Bunga mawarsegar kembang, Girng sorak dijunjung tangkai. Berderai gugur jatuh ke bumi, Sekonyong-konyong tiada tersangka. Wahai tuhanku maha tinggi, Petunjuk eta tak mengerti. 21 April 1935 I. Kepda Anakku Tiada tahukah engkau sayang, Bunda pergi melawat negeri, Belum seorang pulang kembali, Ninggalkan kita sepi berempat? Mengapa engkau gelak selalu, Mengapa bergurau tiada ingat? Pada muka tiada berkesan, Pada bicara tiada bergetar. Tiada tahukah engkau syang, Tiada insaf tiada 'ngerti Bund pergi tiada kembali. Mengaa bicara sebijak itu, Mengapa bicra gelak selalu? Air mata pilu kutean. 23 April 1935 II. Kepaa Anakku Aku neninjau kembang sepatu, Lihat berkembng di sebrang jalan Bersorak - sorai kesuma memerah, Dalam gilang silau kemilau. Daun kering gugur kebawah, Bunga kerisut menutup kuncup, Siapakah yang melihat, Siapakah yang teringat? Sebab alamialah hidup: Bertempik bersorak muda remaja, Berseri bersinr tunas baru, Sedihlah menyepi selara yang jatuh. 24 April 1935 Rasa Diri Alam segala rasa menjauh, Pikiran melayang tidak bertumpuh. Segala umat kabur mengasing, Terkatunglah diri terumbang-ambing. Seluruh dunia penakamusuh, Berkabut kacau rupa mengganjil, Embiar aku berjuang sendiri, Hilang hanyut tiada bertolog. Sejauh pandang gelombang semata, Tiada pantai tiada daratan Menghimbau bete tempat berlabuh. Demikian ani rasanya diri, Sejak kamas engkau tinggalkan, Tidak berkata tidak berpesan. 26 April 1935 Bertemu Aku berdiri di tepi makam. Suria pagi menyinari tanah, Merah muda terpandang di mega Jiwaku mesra tunduk kebawah Dalam hasrat bertemu muka, Melimpah mengalir kanndungan rasa. Dalam kami berhadap-hadapan Menembus tanah yang tebal, Kuangkat muka melihat sekitar : Kuburan berjajar berartis-ratus, Tanah memerah, rumput merimbun, Pualam berjanji,kayu berlumut. Sebagai kilat ’nyinari dikalbu: Sebanyak itu curahan duka, Sesering itu pilu menyayat, Air mata cucur kebumi. Wahai adik ,berbaju putih Dalam tannah bukan sendiri! Dan meniaraplah jiwaku papa Di kaki chalih yang esa : Di depanmu dukaku duka dunia, Sedih kalbuku sedih semesta. Bete hanya duli di udara Hanyut mengikut dalam pawana. Sejuk embunn turun ke jiwa Dan di mata menerang sinar. 26 April 1935 Nikmat Semata Ketika aku tiba di puncak, bertudung langit cerah terbentang, dan meninjau kelembah yang jauh tertinggal di bawah,segarlah rasanya kembali darahku mengalir. Kabut yang tebal menghambat pandangan menjelma sutera halus tempat suriya mennekatkan emasnya. Air deras yang tadi kurenangui, menjernih dan kedengaranlah bunyinya menderu sebagai lagu yang merdu. Cahaya suram – menyeram dibawah pohon berganti kegembiraan hijau muda bersenda dalam sinar kuning gemerlapan. Dan insyaflah aku, bahwa tebing yang sempit membatasi ialah jalan aku naik memuncak. Segala didalam lembah kilauan dan rayuan ria. Dari tempat yang tinggi,dalam nnapasMu yang segar dan sinarMu Yang jernih,wahai tuhanku,sekaliannya nikmat semata. 26 April 1935 Mengapa Serapuh itu? Sebagai rama engkau menjelma, Gemerlapan girang bermain di sinnar. Seri semata pancaran matamu Bercahaya-cahaya melihat dunia. Dari dasar kalbumu dalam, Bibir berbunga gelak senyum. Bernyanyi engkau di jalan hidup, Suara melagu ke mana pergi. Gembira suka orang segala Dalam cahaya engkau tebarkan. Mungkunkah, Tuhan, dewi girangku Rebah terbaring demikian rupa? Tiada bergerak tiada berkata, Manakah gelah manakah senyum? Bangun aniku bangun, Mengapa rebah diam selalu? Dengarkan kamas suaramu nyarinng, Lihatkan kamas matamu nyaring! Mengapa putih pasi wajahmu, Mana merahnya mana cahayanya? Wahai,mengapa matanya Memandang tiada bersinar? Rupa hidup segelisah itu Kaku terhantar tiada bergerak. Tuhanku! umatMu tiada mengerti Hidup di duniaserapuh ini! 27 April 1935 Betalah Tahu Aku melihat mereka mereka berjalan, Rapat dekat sasak menyesak. Mata bersinar kasih mesra, Muka berkembang cinta berahi. Suara merayu berbisik-bisik, Cumbu pucuk kata semata. Berlimpah bahagia kalbu remaja, Seluruh dunia rasa terlupa. Dalam gua batu jiwa Tersenyum beta laksana acara: Kecaplah hidup muda belia, Lezat nikmat sebanyak dapat. Betalah tahu, betalah tahu: Turun tabir sesal mennjelma. 27 April 1935 Panggilan Hidup Tanya: Hai,kembang flamboyant, mengapa engkau menghojah aku dengan Kemerahan gelakku yang jernih mendering? Sinar matahari, mengapa engkau giranng menari masuk kantorku bermain di atas buku menyilaukan mata? Unggas jelita,mengapa engkau memperagakan bahagiamu di atas atap, Bercicit bersenda guru? Ah rumput jelita,hijau amat engkau merimbun menjunjung mutiara Pagi di hadapan rumah! Tiadakah engkau tau sekalian,bahwa hatiku sedih, bahwa jiwaku Diam meratap? Jawab: Mari, mari hidup bersama kami, Apa yang dimurung, apa yang menung? Malam lenyap disambut siang, Mengapa berkurung diri tiada bertentu? Hidup artinya hidup dan tiadakah jalannya dapat ditahan. Mari,mari hidup bersama kami! 29 April 1935 Menyambut Hidup Ya Alloh, ya Rabbani, dalam kebesaranMu Engkau hadiahkan Aku hidup ini denngan kegirangan dan keindahannya. Sedunia lebar sealam besar Engkau sediakan bagiku dalam limpahan kasihMu: bintang berkelip cahaya dilangit malam, kembang mengorak kuncup di padang sinar, unggas bernyanyi di dalam berbuai Bolehkah aku menampik sekalian rahmat dan nikmatMu yang Engkau Curahkan dalam kebesarann dan kemurahanMu itu? Aku akan hidup. Mengoraklah kelopak menyambut sinar selama hari masih siang. Selama siang beta akan bermaen di taman seperti tiadakan malam Dan apabila malam tiba beta akan menyerahkan muka di pangkuan Bunda. 29 Mei 1935 Sesudah Dibajak Aku merasa bajakMu menyayat, Sedih seni mengiris kalbu. Pedih pilu jiwa mengaduh, Gemetar menggigil tulang seluruh. Dalam duka sementara ini, Beta papa, apatah daya? Keluh hilang disawang lapang, Aduh tenggelanm dibisik angin. Ya Alloh, ya Robbi, Hancurkan, remukkan sesuka hati, Sayat iris jangan sepala. Umat daif sekedar bermohon: Semai benih mulia raya Dalam tanah sudah dibajak. 1 Mei 1935 Api Suci Salam nafas masih mengalun, Salam jantung masih memukul, Wahai api, bakarlah jiwaku, Biar mengaduh biar mengeluh. Seperti baja merah membara, Dalam bakarn nyala raya, Biar jiwaku habis terlebur, Dalam kobaran nyala raya. Sesak mendesak nyala di kalbu, Gelisah liar mata memanndang, Dimana duduk rasa dikejar. Demikian rahmat tumpahkan selalu, Nikmat rasa api menghangus, Nyanyian semata bunyi jeritku. Tiada Tertahan Tanah dipijak serasa air, Tahan dipegang menjadi awang, Pandangan ke depan mengabut tebal, Menoleh belakang gulita semata. Terang diri ditiup angin, Tiada berarah tiada bertuju, Terhempas kebumi tertepuk ke batu, Kejam didera ganas disiksa. Ya, Alloh, ya Tuhanku, Benamkan beta ke laut dalam, Bekar beta di api nyala. Sangsi begini tidak tertanggung: DI laut tidak didarat tidak, Segala penjuru kabut mengepung 3 Mei 1935 Semarak Itu Laksana unggun tinggi menyala Engkau melintang di jalan kamus Menyerbu menyerah jiwa remaja Tiada bertangguh tiada bersangsi. Dalam panasmu aku bertangas, Dalam sinarmu aku bercahaya. Hari lalu tiada berasa, Habis ria bergannti bahagia. Selama uitu sudah di puja, Sekian waktu sudah dimanja Tinggallah beta sebatang badan. Alangkah hamba rasa sedunia: Pujaan cinta semarak itu Tiadakan lagi munngkin tersua. 3 Mei 1935 Kenangan Dari jenndela sinar memburu gelap. Aku melihat mereka duduk dalam terang: Amann damai seluruh kamar. Mersa berbisik penna di kertas; Jarum renda gelisah turun nnaik ditangan halus. Apabila dua pasang matabersua melayang dewi menyebar bahagia. Dalam gelap pendingin rasa hatiku. Pilu kenangan mengawan disawang. Alangkah sayupnya melambai tanah daratan! 3 Mei 1935 Menyebrang Sama-sama kami berjalan, Bersenda gurau tiada ingat. Di depan tersenyum samsu harapan Dan bahagia semata angin mengiring. Siapa menyangka nikmat demikian Sekedar teruntuk hanya sekejap? Siapa nyana siapa menduga Dibalik kelok perceraian menanti? Apakah sebabnya ,wahai tuhannku, Aniku terhenti hingga disana? Apakah artinya pandu mulia Disuruh beta menyebrang sendiri? Putus parau suara menghimbau, Lelah terkulai tangan melambai. Rusak hati remuk sannubari Tepian dinda menjauh juga. Kabur segala pandangan mata, Menjauh rasa dunia semesta. Hampa kosong rasanya jiwa, Serba salah serasa diraba. Wahai pandu pemimpin mulia Jangan beta Engkau tinggalkan, Tiada kemudi tiada pendayung, Terkatung-katung tiada pedoman. 8 Mei 1935 Di Tepi Pagar Sampai ketepi pagar aku di antarkan nya, Sepi sunyi ia pulang kembali, Mengintailah aku dari celah daun Meninnjau senja menghamparkan kabur. Seni sedih rasa kalbu Tuhan Melihat bayangannya lenyap menipis... Perjuangan Seara: Ah. Kelana mengapa berputus asa? Dari gulita ia datang menjadi teman, Kedalam gulita pula ia mennarik diri. Apa dimenung, apa dimurung: Demikian segala, demikian segala Hatiku: Dia sekasih itu, cumbu semata bunyi gelaknya. Limpahan cinta segembira itu tiadakan terdapat lagi. Aku tak kuasa terus berjalan, Lenyapkan aku dalam ketiadaan! Suara: Ah, kelana, mengapa berputus asa? Dari ketiadaan ia datang,kepada ketiadaan ia pulang Kembali. Pulang kembali segala umat! Dalam cahaya terang hanya sekejap kita bersua,berjalan bersama-sama. Malam di belakang, malam pula di hadapan dan bagi Masinng-masing ada jangka dan waktunya. Hatiku: Alanngkah mudahnya lidah berkata? Engkau tiada merasakannnya! Tiada tahu engkau sedang kembang ditinggalkan lebah! Suara: Ah, kenapa, menngapa berputus asa? Dunia selebar ini,matahari terus bersinar dan tiadalah berhenti sungai menngalirkan air kelaut. Tak ada lebah yang kekal di kembang! Bermurung,bermurunglah hati, berbisik, berbisiklah suara, Beramuk, beramuklah engkau berdua: Nikmat rasa kalbu bebuai, Nikmat pula sukma berbisik! 8 Mei 1935 Demikian... Ya,ya tuan pirngadi, Demikianlah ingatan beta kehendaki: Muda gembira dibuncak bahagia, Berhias emasmempelai remaja Dan penuh ria sinar segala. Demikian ia hendak kubawa: Matahari bersinar dilangit terang, Memberi hidup menunda tenaga, Selama mata belum tertutup, Sebelum tangan tersusun... 8 Mei 1935 Kembali.. Ketika beta terjaga di dini hari Melihat alam sepermai ini, Terasalah beta darah baru Gembira berdebur di dalam kalbu. Girang unggas gersuks ria, Gemilang sekarbermegah warna. Mega muda bermain di awang, Kemilau embun menyambut terang. Hidup, hiduplah jiwa, Turut gembira turut mencipta Dalam alam indah jelita. Jalan waktu terhambat tiada, Siang terkembang malamlah tiba: Percuma dahlia tiada berbunga. 8 Mei 1935 Sesudah Topan Bertiup,tiuplah topan! Liukan, lengkungkan, patahkan, hempaskan jangan sepala. Terangkan daun sampai kelangit. Tundukkan puncak menyembah bumi, Serakkan ranting menabur tanah. Biar mengaduh, biar mengeluh biar mengerang putus suara, Kacaulah perdu,adulah pohon, rusak remuk berpatah-patahan, Gugurkan buah segala,tua muda jangan dihitung. Apabila topan sudah berhenti, Apabila hutan reda kembali, sinar surya turun ke tanah. Beta melihat tunas memecah dan di tanah lembah kecambah Mengorak daun. 10 Mei 1935 Awan Berkuak Duduk beta merenung awan, Bercerai menipis di langit biru. Sayu sendu alun di kalbu, Menurut mega berkuak menjauh. Wahai chalik, mengapa kejam Seganas ini hidup di dunia? Mengapa gerang di cerai pisah Segala yang asik bercinta? Menangislah jiwa tersedu-sedu. Mengalirlah air mata berduyun-duyun. Dalam jiwa sedang meratap, Dalam sukma pilu mengeluh, Menyerbu sinar ke dalam kabut, Menjelma kembali awan menjauh.. Beta melihat kilau bergurau , Beta menyambut surya bersinar. Segar gembira sukma menggetar Menunda melanda pergi berjuang. 14 Mei 1935 Sinar Bintang Senja turun, kekasihku! Perlahan-lahan gelap merayat di bumi: Pohon yang jauh menjadikabur Dan menggelap segala warna. Bertambah kelam rupa bayangan Dan menipislah segala baris, Letih lesu unggas disawang mengepuk sayap. Makin rapat senja berjalin. Makin mesra rasa di hati Kenangan melayang jauh tiada bertuju. O, kekasih, alangkah sunyi sepi seluruh bumi! Segala mengabur, segala menyatu Pilu seseni ini belum pernah terasa. Dilangit senja menjelang bintang takut berani. Jauh tinggi berkelip sinar di cakrawala. Mendalam, mendalam malam! Biar segala bersatu menghitam di bumi: Beta hendak menengadahkan kepala ke langit terbentang, Beta hendak menyambut bintang bersinar dikalbu, Ya, ya demikianlah kekasihku! 10 Mei 1935 Berayun di Alun Bergulung alunkejar mengejar, Bersorak sorai suara memecah, Mendidih berbuih kapas menghempas, Mundur maju di pasir putih. Demikian lautan gelora gelisah, Mengombak samudra tiada reda: Gempita gemuruh bergurau di pantai, Berat bernafas di tangas panas. Berlayar sekonar membelah ombak, Berbuai permai di atas alun, Berdendang pawang bersuka suara, Nikmat berayundi alun segara. 16 Mei 1935 Bisik Hidup Ketika beta membuka jendela tersentuhlah pucuk kembang pengantin yang muda gembira memanjat di hadapan kantorku. patahlah ia dan gugur ke bumi. Sesal hatiku memikirkan ganas perbuatan memutuskan Hidup yang seriang itu mengelung ke atas... Hari ini beta membuka jendela pula. Mataku mencari batang menjalar, tiada berpucuk, tiada berkuncup. Kemanakah perginya, ke manakah perginya? Kubelai kucumbu sekar indah bermegah, kukuakkan daun daun mengalun. Tampaklah beta tempat pucuk terpatah: Menghijau tunas muda tergelak di sinar samsu. Girang jenaka julai lampai menghojah langit. Dan mesralah berisik hidup dalam kalbuku. Di Tepi Pantaimu Kanak-kanak, kanak-kanak, Girang bergurau tertawa tergelak, Merencah air bersorak-sorak, Bermain pasir di gigi ombak. Tangan halus ringan riang Mengonggok bukit mengggali lobang, Indah meninggi bentengnya gerang, Kukuh berdiri menanti gelombang. Lidah ombak berdesir menepi, Berbuih melata di pasir memutih, Runtuh bukit merata di kaki, Rianglah sorak di tepi jeladri. Berlagu gelombang menupuk pantai, Bermain budak bersorak-sorai, Di bentuklah pasir berbukit mengarai, Dari semula beramai-ramai. Di tepi gemuruh omakMu, rabbana, Biarlah beta seperti kanak : Membangun membentuk selallu suka, Meski diruntuh meski di rusa. 20 Mei 1935 Lagu Berdetak-detak dan berderes-deres bunyi mesin tulisku mem Belah malam . Di atas meja berserak kertas dan berlintangan Buku. Sinar lampu lenyap mengabur ke luar jendela. Datang suara menggetardari jauh, sayup seni berbuai-buai. Bertambah cepat iramanya menari-nari,tiada tertahan melam Bai menghimbau-himbau. Sebentar curahan hasrat putus-putus, Seketika limpahan kasih yang mengalir membanjir. Terus ia mengalun, memanggildan menyongsong.............sekejap terputus terhenti seperti ratapyang memuncak di potong sedu mendesak keleher. Merdu pula ia menekan kembali , mengalun meriak dan me Sra melenyap dalam kesunyian malam yang jauh.... Wahai, tiada kuketahui mesin tulisku terhenti! Lena berdirilah betamenuju keluar mencari rayuan rindu. Sejuk rasanya angin malam membelai pipiku. Alangkah mes Ranya seluruh alam dalam pelukan sepi! Beta duduk di atas bangku dan menengadah ke atas leng Kung menyambut sinar bintang tercurah ke bumi. ..................................................................................................... Kedalam jiwaku yang hasratkan lagu perlahan-lahan meng Ambang suara seni sayup dari jauh. Membuailah beta di atas riak, nikmat terlenyap dalam rayuan alun . Tiada tahu beta berapa lama meninggalkan waktu dan tem Pat, hilang terirama dalam laguMu, Tuhan. ..................................................................................................................... Maka nampaklah pula beta bintang berkelip dan beratlah Bunyi keluhku mengaduh . Aku masuk pula ke dalam menghadapi mesi tulis . Dalam detek dan deresnya terdengar beta irama lagu . 21 Mei 1935 Perambah Papa Menebanglah beta di rimba lebat, Genbira tangan mengangkat kapak, Bercucuran peluh bersimbah-simbah. Sesayup mata hutan mengombak, Batang berbaris raksasa sekawan, Berbelit-belit samak mengusut merapat.. Wahai aljabar perabah papa Tiada berharap tiada bercita, Hutan terambah, teratak tertegak. Tiada usah ia melihat Padi menguning emas mengombak Di belai angin di sinar surya. Tetapi Tanam percaya dalam hatinya: Beliungmu Tuhan berayun di tangan Menebang batang merambah semak , Agar suaranya girang berdendang, Di tengah rimba sunyi semata, Sampai malam menyirat gelita. 23 Mei 1935 Perdu di Taman Hari ini beta masuk ke taman . Di pardu mawar beta terhenti. Seindah beta berbunga dahulu. Kembang merah memarak di ujung tangkai, daun hijau jelita berseri muda remaja. Dan nikmat wangi mengalun masuk ke kalbu. Waktu alankah kejamnya engkau! Di tempat kembang ber gurau di sinar matahari, melidi tangkai hitam kelabu. Merantinglah dahan yang dahulurimbun berdaun. Manakah wangi yang ku serap kan ke dalam jiwa? Sedih sendulah beta merenung kembang kering dan daun Mengning terserak di tanah. Wahai Tuhanku, alangkah lekasnya, alangkah lekasnya! Lena tangan beta mengangkat gunting. Ani,ani, alangkah pedih rasanya kalbu diiris. Tiadakah engkau dengar melangit jiwaku menjerit? Wahai Tuhan, apatah daya beta? Bolehkah pohon semua ini Kubiarkan merana memikul beban ranting? Bolehkah beta menahan tunas didalam kulit, sebab tiada bertempat untuk memecah? Dengar, dengarlah sayang tangis gunting memotong ranting. Tiada, tiada kubiarkan ranting jatuh ke bumi. Kukumpulkan kukusan dalam tanganku dan kuletakkan dalam dupa di tengah rumah. Ani, di sanalah dahulu beta menyusun ranting bunda. Sama-sama kita dahulu menghisap bau sucinya menyerak di rumah. Wahai sayang, pada malam sepibila malaikat turun kebumi. Beta akan membakar dupa. Meniaraplah beta membuka kalbu Untuk menyambut wangi mengalun.Tiada ia kulepaskan lagi Seumur hidup. Dan apabila dari menara tinggi meriak bunyi azan di tayang pawana pagi, beta akan membuka pintu, membawa abu dupa keluar. Kutanamkan ia di pojok perdu. Wahai perdu engkau harus hidup lagi...............................berdaun berbunga lagi. Sampai penjaga taman kuasa datang menebang mencabut memberi tempat kepada perdu yang lain. 29 Mei 1935 Perjuangan Tentram dan damai? Tidak, tidak tahankah! Tentram dan damai waktu tidur dimalam sepi. Tentram dan damai berbaju putih di dalam kubur. Tetapi hidup ialah perjuangan. Perjuangan semata lautan segara. Perjuangan semata alam semesta. Hanya dalam berjuang beta measa tentram dan damai. Hanya dalam berjuang berkobar Engkau Tuhanku di dalam dada. 24 Mei 1935 Pohon Beingin Kenangan kepada Solo Tinggi melangit puncakmu bermegah, Melengkung memayung daunmu bodi. Berebut akar menncecah tanah, Masuk membenam ke dalam bumi. Lemah mendesir daunnmu bernyanyi, Gemulai berbuai dibelai anginn, Nikmat lindap menyerak di kaki, Mengundang memanggil leka beranginn. Nampak beta berkumpul kelana, Letih semadiberjuang tiada, Melunjur kaki menyandar kepala, Menanti nasip damai bahagia. Ya, Alloh ya Robbana, Turunkan badai datangkan topan topaun, Rubuhkan tumbangkan pohon perkasa, Pelindung lelah, pengiba insan. Rebahkan terbangkan jangan tiada, Bersihkan bumi dari segala Tempat terlengah tempat terlena Tempat terhanyut dalam tiada. Lamasudah tani menanti, Gelisah tangan memegang bajak, Tiada tertahan hati gembira, Hendak meluku membalik tanah. Kuning permai benih bernas Menanti memecah menyerbu hidup, Girang berbunga girang berbuah Didalam hujan disinar suria. 25 Mei 1935 Pohon Di Kebun /Wahai topan, Seindah itu pohon dikebun, berselang-seling dahan bergu Rau,rimbun rampak menjunjung dun. Mengapakah kau patahkan dahan jelita, mati terkulai meniarap Ke tanah? ......................................................................................................... Beta potonglah kayu yang patah, layu tiada berguna. ........................................................................................................ Turunlah hujan, tunas tumbuh berebut-rebut,hujau muda Bersorak sorak. Adat dunia damana mati, hidup menjelma. Penuh merimbun pohon kembali bagai semula. ........................................................................................................ Bila senja menyelimuti bumi, bila sepi membeli segala Suara, memandanglah beta kepada pohon. Terang lantang ia tergambar di langit merah berwarna: Wahai tuhann, tiadakah lagi Pohonku mungkin sempurna Permai sebagai dahulu. 22 Mei 1935 7. 2. Struktur Kumpulan Sajak Tebaran Mega Karya Sutan Takdir Alisjahbana 7. 2.1. Tema dan amanat. Tema merupakan pokok persoalan atau gagasan utama sebuah puisi. Tema juga diartikan sebagai inti pokok persoalan sebuah puisi . Kumpulan sajak Tebaran Mega karya Sutan Takdir Alisjahbana Memiliki Tema tentang : a. Social hubungan manusia dengan manusia hal ini dapat kita lihat dalam sajak yang berjudul “ Apakah Maknanya” 20 April 1935, dan “ Segala, Segala “ 20 April 1935. Sajak Apakah Maknanya Ani, Aniku, dimana Engkau ? Searamu masih kudengar. Rupamu masih kulihat, Kemana melangkah engkau mengikut. Ani, Ani, mari kemari ! Kamas hendak meninjau matamu, Setia dalam melihat padaku, Mana suaramu, mana gelakmu ? (Sutan Takdir Alisjahbana 20 April 1935). Kutipan sajak yang berjudul “ Apakah Maknanya “ diatas mengisahkan kehidupan yang dialami penyair. Ani adalah nama istri tercinta ia telah bererpulang menghadap tuhan yang maha Esa. Ketika itupenyair sedang berkabung, teringat akan keseharian istri tercintanya sehingga ia tuangkan perasaannya lewat sajak. Seolah – olah bayangan menjadi kenyataan akan langkah, suara canda tawanya. Begitu juga dengan sajak berikutnya: Segala - segala Ani, ya aniku ani, Mengapa kamas engkau tinggalkan ? Lengan sepi rasanyaa rumah, Lapang meruang tiada tertentu. Buka lemari pakaian berkata, Di tempat tidur emgkau berbaring. Di ats kursi engkau duduk. Pergi kedapur engkau sibuk. Segala kulihat segala memandang. (Sutan Takdir Alisjahbana 20 April 1935) Sejak diatas melukiskan sang penyair Tidak lepas dari istri tercintanya Sehingga , kesedihan ini dituangkan lewat sajak “ segala-segala “ segalanya di kenag , seperti rumah sepi, lemari pakaian, tempat tidur, kursi dan dapur. Dengan demikian, dari dua kutipan sajak diatas terlihat jelas bahwa menggambarkan hubungan manusia dengan manusia / bertema social. b, Rima atau persajakan Betalah Tahu Lezat melihat sebanyak dapat. Betalah tahu , betalah tahu : Turun tabir sesal menjelma. (Sutan Takdir Alisjahbana 20 April 1935) Rima atau persajakan merupakan persamaan , perpaduan dan pengulangan yang terdapat dalam puisi baik di awal, di tengah , dan di akhir baris bait puisi. Sejak diatas terlihat bahwa rima atau persajakan terdapat ditengah bait, baris kedua. Berbunyi “ Betalah tahu, betalah tahu”. Rima atau persajakan juga terdapat pada sajak Perjuangan Kepada Teman Siswa. Tentram dalam damai ? Tidak, tidak Tuhanku ! Tentram dalam damai waktu tidur di sepi. Tentram dalam damai berbaju putih di dalam kubur. Tetapi hidup ialah perjuangan. Perjuangan semata lautan segara. Perjuangan semata alam semesta. Hanya dalam berjuang beta merasa tentram dan damai. Hanya dalam berjuang berkobar Engkau Tuhanku didalam dada. (Sutan Takdir Alisjahbana 20 April 1935) Dalam kutipan diatas secara jelas bahwa istri sang penyair telah besemayam di dalam kubur yang mendapat kedamaian dengan selembar kain kapan berwarna putih . Tampa ia telah dandan seperti waktu hidup di dunia. Dengan demikian sajak diatas menggambarkan rima atau persajakan terdapat di tengah, diakhir baris, dan di awal larik berbunyi : “ Tidak , tidak Tuhanku ! “ “ Tentram dan damai waktu tidur dimalam sepi.” “ Tentram dan damai berbaju putih di dalam kubur.” “ Perjuangan semata lautan semat.” “ Perjuangan semata alam semesta.” “ Hanya dalam berjuang beta merasa tentram dan damai” “Hanya dalam berjuang berkobar Engkau Tuhanku di dalam dada. c, Nada dan Irama. Nada adalah sikap mental yang mencerminkan suasana hati pengarang yang tersirat dalam karyanya. Sedangkan irama adalah, alunan bunyi dalam pembacaan puisi atau tembang yang ditimbulkan oleh peraturan irama dan satuan sintaksis yang dapat di wujudkan dalam tekanan keras lembut, cepat lambat, tinggi rendah dan panjang pendeknya yang di wujudkan dengan jeda. Dalam kumpulan sajak Tebaran Mega karya Sutan Takdir Alisjahbanamemiliki Irama dan nada yang baik dan indah. Secara umum irama dalam kumpulan sajak tersebut dapat membangkitkan semangat dan menimbulkan gairah yang tinggi. Irama pada puisi tersebut juga dapat memberikan kekuatan. Apabila sajak tersebut dilagukan orang-orang yang membacanya tidak akan merasakan nada rata melainkan nada berirama turun naik, lemah lembut, cepat pelan dan tinggi rendah. Contoh : Nikmati Hidup Api menyala di dalam kalbu, Ganas membakar tiada beragak. Hangus badan rasa seluruh, Kepala penuh bersambung sinar. ( Sutan Takdir Alisjahbana 20 April 1935) Dalam Gelombang Alun bergulung naik meninggi, Turun melebah jauh kebawah. Lidah ombak menyerak buih. Surut kembali di air gemuruh. Di kakimu Aku “ngembara seorang diri, Badan lemah berdaya tiada. Tiada gunung yang kudaki, Lepas mega menghadap awan. ( Sutan Takdir Alisjahbana 20 April 1935) Segala, Segala Ani, ya aniku Ani, Mengapa kamas engkau tinggalkan ? Lengang sepi rasanya rumah, Lapang meruang tiada tentu. Air Mata Ngalir, “ ngalirlah air mata, Aku tiada akan namamu. Apa gunanya aku halangi, Engkau ‘ngalirlah penuh kalbuku. Tak Mengerti Semuda itu lagi, Sebanyak itu cinta di kandung, Sebesar itu harapan di dada, Segembira itu menyambut hidup. ( Sutan Takdir Alisjahbana 20 April 1935) 1. Kepada Ankku Tiada tahukah engkau sayang, Bunda pergi melawat pergi Belum seorang pulang kembali, Ninggalkan kita sepi berempat ? ( Sutan Takdir Alisjahbana 20 April 1935) 11. kepada Anakku Aku meninjau kembang sepatu. Larat berkembang disebrang jalan. Bersorak- sorai kesuma memerah, Dalam girang silau kemilau. ( Sutan takdir Alisjahbana 20 April 1935) Rasa Diri Alam segala rasa menjauh, Pikiran melayang tidak bertumpuh. Segala umat kabur mengasing, Terkatunglah diri terumbang – ambing. ( Sutan Takdir Alisjahbana 20 April 1935) Bertemu Aku berdiri di tepi makam. Suria pagi menyinari tanah, Merah muda terpandang di mega Jiwaku mesra tunduk kebawah Dalam hasrat bertemu muka, Melimpah mengalir kanndungan rasa. ( Sutan Takdir Alisjahbana 26 April 1935) Nikmat Semata

Tidak ada komentar: