Rabu, 29 Juli 2015

Perjalananan jiwa

Miris, sangat miris melihat saudaraku yang sedang hangat-hangatnya untuk mendaki gunung tapi belum mengetahui hakikat dari sebuah perjalanan panjang melelahkan yang sebagian orang menganggapnya hobi yang sia-sia. Mungkin kecanggihan teknologi adalah salah satunya yang membuat saudaraku menggeluti hobi ini, sebab dengan teknologi semua informasi dapat dengan mudah didapatkan dan menganggap bahwa mendaki itu mudah. Terlebih dengan adanya kamera selfi yang lagi ngetren menambah banyaknya para penggiat alam bebas berbondong-bondong menggeluti hobi ini tanpa melalui proses penjiwaan dan kecintaan kepada alam. Dalam pikiran saudaraku mungkin dengan  berfoto di pinggir tebing, di puncak gunung atau di tepi telaga/danau dengan pakaian ala kota kemudian mengunduhnya ke media sosial dan memetik bunga abadi untuk diberikan kepada kekasihnya adalah tujuan utama mereka. Lebih daripada itu ada suatu hal yang selalu dilupakan para saudaraku yaitu meninggalkan sampah di gunu ng, menulis pada batu/pohon, padahal hal tersebut adalah pantangan dan hukummnya haram bagi seorang pendaki.
Dalam banyak hal mendaki gunung sebenarnya bukanlah untuk menjadi keren dimata orang tetapi lebih kepada perjalanan jiwa untuk menjadi pribadi yang sederhana, bukan sebaliknya dengan melakukan banyak pendakian justru menjadi arogan dan berbangga diri. Dengan kata lain mendaki adalah sebuah perjalanan jiwa menemukan kedamaian, kesederhanaan dan kelapangan dada untuk menolong sesama dan mencinta Allah dan alam semesta. Salam lestari, Allah, Alam, dan Aku.