MEMAHAMI PUISI
Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ
(poiéo/poió) = I create) adalah seni tertulis di mana
bahasa digunakan sebagai kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti
semantiknya.
Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja
pengulangan, metrum dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun
perbedaan ini masih diperdebatkan. Beberapa ahli mendefinisikan “puisi” tidak
sebagai jenis literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi
sumber segala kreativitas. Selain itu puisi juga merupakan curahan isi hati
seseorang yang membawa orang lain ke dalam keadaan hatinya.
Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag dan lain-lain). Hal tersebut merupakan salah
satu cara penulis untuk menunjukkan pemikirannnya. Puisi kadang-kadang juga
hanya berisi satu kata/sukukata/frasa yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca
hal tersebut mungkin membuat puisi tersebut menjadi tidak dimengerti. Tapi
penulis selalu memiliki alasan untuk segala “keanehan” yang diciptakannya. Tak
ada yang membatasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah puisi.
Ada beberapa perbedaan antara puisi lama, puisi baru, dan puisi kontemporer (puisi cyber). Namun beberapa kasus mengenai
puisi modern atau puisi cyber belakangan ini makin memprihatinkan jika ditilik
dari pokok dan kaidah puisi itu sendiri yaitu “pemadatan kata”. Kebanyakan
penyair aktif sekarang baik pemula ataupun bukan lebih mementingkan gaya bahasa
dan bukan pada pokok puisi tersebut. Mereka enggan atau tak mau untuk melihat
kaidah awal puisi tersebut.
MEMBACA PUISI
Di beberapa daerah di Indonesia puisi juga sering dinyanyikan dalam bentuk
pantun. Dalam konteks ini, puisi (yang tertulis) dipagelarkan dalam bentuk
lisan baik dalam bentuk seni suara (lagu) maupun seni baca (deklamasi).
Dalam hal membaca puisi, yang perlu diperhatikan adalah :
1. Ketepatan ekspresi/mimik.
— Ekpresi adalah
pernyataan perasaan hasil penjiwaan puisi.
— Mimik adalah gerak air
muka.
2. Kinesik yaitu gerak anggota
tubuh.
3. Kejelasan artikulasi.
— Artikulasi yaitu ketepatan
dalam melafalkan kata-kata.
4. Timbre yaitu warna bunyi
suara (bawaan) yang dimilikinya.
5. Irama puisi, artinya
panjang-pendek, keras-lembut, tinggi-rendahnya suara.
6. Intonasi atau lagu suara.
Dalam sebuah puisi, ada tiga jenis intonasi antara lain
sebagai berikut :
1. Tekanan dinamik yaitu tekanan
pada kata-kata yang dianggap penting.
2. Tekanan nada yaitu tekanan
tinggi-rendahnya suara.
— Suara tinggi
menggambarkan keriangan, marah, takjub, dan sebagainya.
— Suara rendah
mengungkapkan kesedihan, pasrah, ragu, putus asa dan sebagainya.
3. Tekanan tempo yaitu
cepat-lambat pengucapan sukukata atau kata.
STRUKTUR FISIK PUISI
Struktur fisik puisi terdiri dari:
1. Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi
seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan
barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan
diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan
terhadap puisi.
2. Diksi, yaitu pemilihan
kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah
bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka
kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi
erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
3. Imaji, yaitu kata atau
susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti
penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara(auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat
mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa
yang dialami penyair.
4. Kata konkret, yaitu kata yang
dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini
berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata kongkret “salju” :
melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret
“rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan,
dll.
5. Gaya bahasa, yaitu penggunaan
bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi
tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya
memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Gaya bahasa disebut juga majas. Adapan macam-macam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke,
eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks,
antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, paradoks, dll.
6. Rima dan Irama, adalah persamaan
bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris dan bait puisi.
Mengenai RIMA dan IRAMA ini sudah pernah dipublish di Note Komunitas Sahabat
Kecil kita ini :
— http://www.facebook.com/note.php?note_id=140398852735320
— http://www.facebook.com/note.php?note_id=148492248592647
STRUKTUR BATIN PUISI
Struktur batin puisi terdiri dari :
1. Tema/makna (sense). Media puisi
adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna. Maka puisi
harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
2. Rasa (feeling), yaitu sikap
penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan
tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi
penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas
sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis serta
psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam
menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyair memilih kata-kata,
rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada
wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar
belakang sosiologis dan psikologisnya.
3. Nada (tone), yaitu sikap
penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa.
Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerjasama
dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada
pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
4. Misi/amanat/tujuan/maksud (itention); yaitu pesan yang
ingin disampaikan penyair kepada pembaca
JENIS-JENIS PUISI
Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama, puisi baru, dan puisi
kontemporer.
A. PUISI LAMA
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu
antara lain :
— Jumlah kata dalam 1 baris
— Jumlah baris dalam 1 bait
— Persajakan (rima)
— Banyak suku kata tiap baris
— Irama.
Ciri puisi lama:
— Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
— Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
— Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah
suku kata maupun rima.
Jenis-jenis puisi lama:
1. MANTRA :
Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Contoh:
Assalamu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun
berilir simayang
Mari kecil,
kemari
Aku menyanggul
rambutmu
Aku membawa
sadap gading
Akan membasuh
mukamu
2. PANTUN :
Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris,
tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris
berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun
anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
Contoh:
Anak ikan
dipanggang saja
hendak
dipindang tidak berkunyit
Anak orang
dipandang saja
hendak dipinang
tidak berduit
3. KARMINA :
Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
Contoh:
Dahulu parang
sekarang besi (a)
Dahulu sayang
sekarang benci (a)
4. SELOKA :
Seloka merupakan bentuk puisi Melayu Klasik, berisikan pepatah maupun
perumpamaan yang mengandung senda-gurau, sindiran, bahkan ejekan. Biasanya
ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair, kadang-kadang dapat juga
ditemui seloka yang ditulis lebih dari empat baris. Kata "seloka"
diambil dari bahasa Sanskerta, sloka.
Contoh seloka 4 baris:
Sudah bertemu
kasih sayang
Duduk terkurung
malam siang
Hingga setapak
tiada renggang
Tulang sendi
habis berguncang
Contoh seloka lebih dari 4 baris:
Baik budi emak
si Randang
Dagang lalu
ditanakkan
Tiada berkayu
rumah diruntuhkan
Anak pulang
kelaparan
Anak dipangku
diletakkan
Kera di hutan
disusui
5. GURINDAM :
Gurindam adalah puisi yang bercirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a,
berisi nasihat.
Contoh:
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barangsiapa tinggalkan sembahyang (b)
Bagaikan rumah tiada bertiang (b)
Jika suami tak berhati lurus (c)
Istri pun kelak menjadi kurus (c)
6. SYAIR :
Syair adalah puisi yang berasal dari Persia dengan ciri tiap bait 4 baris,
bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita yang dirangkai sedemikian panjang,
mulai dari beberapa bait hingga berlembar-lembar (buku).
Contoh:
SYAIR PERAHU
(Hamzah Fansuri)
Inilah gerangan
suatu madah
mengarangkan
syair terlalu indah
membetuli jalan
tempat berpindah
di sanalah
i'tikad diperbetuli sudah
Wahai muda
kenali dirimu
ialah perahu
tamsil tubuhmu
tiadalah berapa
lama hidupmu
ke akhirat jua
kekal diammu
Hai muda
arif-budiman
hasilkan kemudi
dengan pedoman
alat perahumu
jua kerjakan
itulah jalan
membetuli insan
dst.
7. TALIBUN :
Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, atau pun 10
baris.
Contoh:
Kalau anak
pergi ke pekan
Yu beli belanak
pun beli
Ikan panjang
beli dahulu
Kalau anak
pergi berjalan
Ibu cari sanak
pun cari
Induk semang
cari dahulu
B. PUISI BARU
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah
baris, suku kata, maupun rima.
Ciri-ciri Puisi Baru:
— Bentuknya rapi, simetris;
— Mempunyai persajakan akhir (yang teratur);
— Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang
lain;
— Sebagian besar puisi empat seuntai;
— Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
— Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku
kata.
Jenis-jenis Puisi Baru menurut isinya, dibedakan atas :
1. BALADA :
Balada adalah puisi berisi kisah/cerita.
Contoh:
BALADA IBU YANG DIBUNUH
Ibu musang
dilindung pohon tua meliang
bayinya dua
ditinggal mati lakinya.
Bulan sabit
terkait malam memberita datangnya
waktu makan
bayi-bayinya mungil sayang.
Matanya berkata
pamitan, bertolaklah ia
dirasukinya
dusun-dusun, semak-semak,
taruhan harian
atas nyawa.
Burung kolik menyanyikan
berita panas dendam warga desa
menggetari
ujung bulu-bulunya tapi dikibaskannya juga.
Membubung juga
nyanyi kolik sampai mati tiba-tiba
oleh lengking
pekik yang lebih menggigilkan
pucuk-pucuk
daun
tertangkap
musang betina dibunuh esok harinya.
Tiada pulang ia
yang meski rampas rejeki hariannya
ibu yang baik,
matinya baik,
pada bangkainya
gugur pula dedaun tua.
Tiada tahu akan
merataplah kolik meratap juga
dan
bayi-bayinya bertanya akan bunda pada angin Tenggara.
Lalu satu
ketika di pohon tua meliang
matilah
anak-anak musang, mati dua-duanya.
Dan jalannya
semua peristiwa
tanpa dukungan
satu dosa
Tanpa
(W.S. Rendra)
2. HIMNE :
Himne adalah puisi pujaan untuk menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang
pahlawan, tanah air, atau almamater. Sekarang ini pengertian himne menjadi
berkembang. Himne diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian
terhadap sesuatu yang dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang bernafaskan
ketuhanan.
Contoh:
Bahkan
batu-batu yang keras dan bisu
Mengagungkan
nama-Mu dengan cara sendiri
Menggeliat
derita pada lekuk dan liku
bawah sayatan
khianat dan dusta.
Dengan hikmat
selalu kupandang patung-Mu
menitikkan
darah dari tangan dan kaki
dari mahkota
duri dan membulan paku
Yang dikarati
oleh dosa manusia.
Tanpa luka-luka
yang lebar terbuka
dunia
kehilangan sumber kasih
Besarlah mereka
yang dalam nestapa
mengenal-Mu
tersalib di dalam hati.
(Saini S.K)
3. ODE :
Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa. Nada dan gayanya
sangat resmi (metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia,
bersifat menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
Contoh:
GENERASI SEKARANG
Di atas puncak
gunung fantasi
Berdiri aku,
dan dari sana
Mandang ke
bawah, ke tempat berjuang
Generasi
sekarang di panjang masa
Menciptakan
kemegahan baru
Panteon
keindahan Indonesia
Yang jadi
kenang-kenangan
Pada zaman
dalam dunia
(Asmara Hadi)
4. EPIGRAM :
Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup. Epigram berasal
dari Bahasa Yunaniepigramma yang berarti unsur pengajaran; didaktik; nasihat membawa ke arah
kebenaran untuk dijadikan pedoman, iktibar; atau teladan.
Contoh:
Hari ini tak
ada tempat berdiri
Sikap lamban
berarti mati
Siapa yang
bergerak, merekalah yang di depan
Yang menunggu
sejenak sekalipun pasti tergilas
(Iqbal)
5. ROMANSA :
Romansa adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Berasal dari
bahasa Perancisromantique yang berarti
keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta kasih mesra.
Contoh :
INDAH BERSAMAMU
Kurangkai kata
indah menjadi sebuah nama
Agar kau tahu
apa yang kurasa
Kurasakan cinta
saat di dekatmu
Cinta yang
indah untuk dirimu yang terindah di hatiku
Lembutnya
sikapmu membuat hatiku luluh
Jatuh dalam
pesona cinta yang terpancar dari wajahmu
Bila dewi cinta
ada di pihakku
Ku kan memohon
padanya untuk buatmu mencintaiku
Namun, ku tak
ingin menyakitimu
Dengan
memaksamu untuk mencintaiku
Kuingin kau
rasakan cinta yang kurasa
Dan biarkan
cintaku mengisi hatimu
Dengarlah bisik
hatiku
Kuucap cinta
yang indah untukmu
Tuk jalani
hidup yang indah bersamamu
Dan terjalin
abadi untuk selamanya
6. ELEGI :
Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan. Berisi sajak atau
lagu yang mengungkapkan rasa duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu,
terutama karena kematian/kepergian seseorang.
Contoh:
SENJA DI PELABUHAN KECIL
Ini kali tidak
ada yang mencari cinta
di antara
gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta
temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri
dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis
mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung
muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk
pangkal makanan. Tidak bergerak
dan kini tanah
dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku
sendiri. Berjalan
menyisir
semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di
ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai
keempat, sendu penghabisan bisa terdekap
(Chairil Anwar)
7. SATIRE :
Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik. Berasal dari bahasa Latin satura yang berarti sindiran; kecaman tajam terhadap
sesuatu fenomena; tidak puas hati satu golongan (ke atas pemimpin yang
pura-pura, korup, zalim, dll.).
Contoh:
Aku bertanya
tetapi
pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidat
penyair-penyair salon,
yang bersajak
tentang anggur dan rembulan,
sementara
ketidak-adilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan
juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu
di kaki dewi kesenian.
(W.S. Rendra)
Puisi Baru menurut Bentuknya:
1. DISTIKHON
Distikon, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua
seuntai).
Contoh:
Berkal-kali
kita gagal
Ulangi lagi dan
cari akal
Berkali-kali
kita jatuh
Kembali berdiri
jangan mengeluh
(Or. Mandank)
2. TERZINA :
Terzina, puisi yang tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga
seuntai).
Contoh:
Dalam ribaan
bahagia datang
Tersenyum bagai
kencana
Mengharum bagai
cendana
Dalam bah’gia
cinta tiba melayang
Bersinar bagai
matahari
Mewarna
bagaikan sari
(Sanusi Pane)
3. KUATRAIN :
Kuatrain, puisi yang tiap baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).
Contoh :
Mendatang-datang jua
Kenangan masa
lampau
Menghilang
muncul jua
Yang dulu sinau
silau
Membayang rupa
jua
Adi kanda lama
lalu
Membuat hati
jua
Layu lipu
rindu-sendu
(A.M. Daeng Myala)
4. KUINT :
Kuint, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima
seuntai).
Contoh :
Hanya kepada
Tuan
Satu-satu
perasaan
Hanya dapat
saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah
merasakan
Satu-satu
kegelisahan
Yang saya
serahkan
Hanya dapat
saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah
diresah-gelisahkan
Satu-satu
kenyataan
Yang bisa
dirasakan
Hanya dapat
saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan
menerima kenyataan
(Or. Mandank)
5. SEKTET :
Sektet, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam
seuntai).
Contoh:
Merindu bagia
Jika hari’lah
tengah malam
Angin berhenti
dari bernafas
Sukma jiwaku
rasa tenggelam
Dalam laut tidak
terwatas
Menangis hati
diiris sedih
(Ipih)
6. SEPTIME :
Septime, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh
seuntai).
Contoh:
INDONESIA TUMPAH DARAHKU
Duduk di pantai
tanah yang permai
Tempat
gelombang pecah berderai
Berbuih putih
di pasir terderai
Tampaklah pulau
di lautan hijau
Gunung gemunung
bagus rupanya
Ditimpah air
mulia tampaknya
Tumpah darahku
Indonesia namanya
(Mohammad Yamin)
7. OKTAF/STANZA :
Oktaf/Stanza, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris
(double kutrain, atau puisi delapan seuntai).
Contoh:
A W A N
Awan datang
melayang perlahan
Serasa
bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama,
lupa di diri
Bertambah halus
akhirnya seri
Dan bentuk
menjadi hilang
Dalam langit
biru gemilang
Demikian jiwaku
lenyap sekarang
Dalam kehidupan
teguh tenang
(Sanusi Pane)
8. SONETA :
Soneta, adalah puisi yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi
dua. Dua bait pertama masing-masing empat baris dan dua bait kedua
masing-masing tiga baris. Soneta berasal dari katasonneto (Bahasa Italia) perubahan dari
kata sono yang berarti suara. Jadi soneta
secara harfiah berarti puisi yang bersuara. Di Indonesia, soneta masuk dari
Negeri Belanda diperkenalkan oleh Muhammad Yamin dan Roestam Effendi, karena
itu mereka berdualah yang dianggap sebagai ”Pelopor/Bapak Soneta Indonesia”.
Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada syarat-syarat soneta Italia atau
Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang
menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat belas baris).
Contoh:
G E M B A L A
Perasaan siapa
tak kan nyala ( a )
Melihat anak
berlagu dendang ( b )
Seorang saja di
tengah padang ( b )
Tiada berbaju
buka kepala ( a )
Beginilah nasib
anak gembala ( a )
Berteduh di
bawah kayu nan rindang ( b )
Semenjak pagi
meninggalkan kandang ( b )
Pulang ke rumah
di senja kala ( a )
Jauh sedikit
sesayup sampai ( a )
Terdengar
olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan alam
nan molek permai ( a )
Wahai gembala
di segara hijau ( c )
Mendengarkan
puputmu menurutkan kerbau ( c )
Maulah aku
menurutkan dikau ( c )
(Muhammad Yamin)
9. PROSA LIRIS
Prosa liris merupakan suatu bentuk karya sastra yang berisi curahan
perasaan pengarang secara subyektif yang disajikan seperti bentuk prosa, namun
menggunakan bahasa berirama yang biasa digunakan dalam puisi. Walaupun ia boleh
dikatakan terletak antara prosa dan puisi, namun karena memenuhi kaidah puisi
(khususnya irama, diksi dan majas), maka prosa liris tergolong dalam jenis
puisi.
Prosa liris eksis dalam semua zaman sejak zaman Puisi Lama hingga zaman
Puisi Kontemporer saat ini. Al Qur’an selaku Kitab Suci ditulis dengan
menggunakan gaya bahasa prosa liris. Dalam zaman Puisi Lama karya prosa liris
misalnya Kaba Sabai Nan Aluih (Tulis St.
Sati) dan Hikayat Cindur Mata (Aman Dt.
Majoindo). Walapun sangat langka, dalam zaman Puisi Baru dan Puisi Kontemporer
masih ada saja penyair yang menulis dalam bentuk prosa liris.
Ciri-ciri prosa liris :
— tidak terikat oleh baris (larik) dan bait.
Contoh :
PERSAHABATAN DENGAN SEEKOR ANJING
Aku tidur di depan sebuah kulkas.
Suaranya berdengung seperti kaos kakiku di siang hari yang terik. Di dalam
kulkas itu ada sebuah negara yang sibuk dengan jas, dasi dan mengurus makanan
anjing. Sejak ia berdusta, aku tidak pernah memikirkannya lagi. Aku memakai
rakit bambu, kembali pulang ke nenek moyangku. Mereka ternyata tak pernah
tidur. Mereka sibuk menjaga pohon pisang di pinggir kali. Lalu mereka kembali
mengajariku menyanyi, menabuh, dan menari, Dari tubuhku berjatuhan telur-telur
busuk. Nyayian sungai dan pesta-pesta batu. Aku berteman dengan seekor
anjing yang sudah lama membenci negara yang tak pernah keluar dari dalam kulkas
itu. Kulkas dengan partai-partai spanduk dan kaos oblong. Yang sibuk mencekik
suara rakyat. Cahaya matahari sangat ramah di sini, menerangi bulu-bulu anjing.
(Afizal Malna)
C. PUISI KONTEMPORER
Kata kontemporer secara umum bermakna masa kini sesuai dengan perkembangan
zaman atau selalu menyesuaikan dengan perkembangan keadaan zaman. Selain itu,
puisi kontemporer dapat diartikan sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu
terakhir. Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi itu
sendiri. Puisi kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang
memperhatikan santun bahasa, memakai kata-kata makin kasar, ejekan, dan lain-lain.
Pemakaian kata-kata simbolik atau lambing intuisi, gaya bahasa, irama, dan
sebagainya dianggapnya tidak begitu penting lagi.
Puisi kontemporer dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. PUISI MANTRA
Puisi mantra adalah puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji
Calzoum Bachri adalah orang yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam
puisi kontemporer.
Ciri-ciri mantra adalah:
— Mantra bukanlah sesuatu yang dihadirkan untuk dipahami melainkan sesuatu
yang disajikan untuk menimbulkan akibat tertentu.
— Mantra berfungsi sebagai penghubung manusia dengan dunia misteri.
— Mantra mengutamakan efek atau akibat berupa kemanjuran; dan kemanjuran
itu terletak pada perintah.
Contoh:
SHANG HAI
ping di atas
pong
pong di atas
ping
ping ping
bilang pong
pong pong
bilang ping
mau pong?
bilang ping
mau mau bilang
pong
mau ping?
bilang pong
mau mau bilang
ping
ya pong ya ping
ya ping ya pong
tak ya pong tak
ya ping
ya tak ping ya
tak pong
sembilu jarakMu
merancap nyaring
(Sutardji Calzoum Bachri)
2. PUISI MBELING :
Puisi mbeling adalah bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi
yang dimaksud ialah ketentuan-ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi
ini muncul pertama kali dalam majalah Aktuil yang menyediakan lembar khusus
untuk menampung sajak, dan oleh pengasuhnya yaitu Remy Silado, lembar tersebut
diberi nama "Puisi Mbeling". Kata-kata dalam puisi mbeling tidak
perlu dipilih-pilih lagi. Dasar puisi mbeling adalah main-main.
Ciri-ciri puisi mbeling adalah:
— Mengutamakan unsur kelakar; pengarang memanfaatkan semua unsur puisi
berupa bunyi, rima, irama, pilihan kata dan tipografi untuk mencapai efek
kelakar tanpa ada maksud lain yang disembunyikan (tersirat).
— Menyampaikan kritik sosial terutama terhadap sistem perekonomian dan
pemerintahan.
— Menyampaikan ejekan kepada para penyair yang bersikap sungguh-sungguh
terhadap puisi. Dalam hal ini, Taufik Ismail menyebut puisi mbeling dengan
puisi yang mengkritik puisi.
Contoh:
SAJAK SIKAT GIGI
Seseorang lupa
menggosok giginya sebelum tidur
Di dalam tidur
ia bermimpi
Ada sikat gigi
menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka
Ketika ia
bangun pagi hari
Sikat giginya
tinggal sepotong
Sepotong yang
hilang itu agaknya
Tersesat di
dalam mimpinya dan tak bisa kembali
Dan ia
berpendapat bahwa, kejadian itu terlalu berlebih-lebihan
(Yudhistira Ardi Nugraha)
3. PUISI KONKRET :
Puisi konkret adalah puisi yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis
berupa tata wajah hingga menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak
sepenuhnya menggunakan bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada
umumnya terdapat lambang-lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau
gambar-gambar sebagai ungkapan ekspresi penyairnya.
Contoh:
DOKTORANDUS TIKUS
selusin toga
me
nga
nga
seratus tikus
berkampus
di atasnya
dosen dijerat
profesor
diracun
kucing
kawin
dan bunting
dengan predikat
sangat
memuaskan
(F. Rahardi)
Penyusunan puisi kontemporer sebagai puisi inkonvensional ternyata juga
perlu memerhatikan beberapa unsur sebagai berikut:
1. Unsur bunyi; meliputi penempatan
persamaan bunyi (rima) pada tempat-tempat tertentu untuk menghidupkan kesan
dipadu dengan repetisi atau pengulangan-pengulangannya.
2. Tipografi; meliputi penyusunan
baris-baris puisi berisi kata atau suku kata yang disusun sesuai dengan gambar
(pola) tertentu.
3. Enjambemen; meliputi pemenggalan
atau perpindahan baris puisi untuk menuju baris berikutnya.
4. Kelakar (parodi); meliputi
penambahan unsur hiburan ringan sebagai pelengkap penyajian puisi yang pekat
dan penuh perenungan (kontemplatif).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar