A.
Latar
Belakang
Sastra
berasal dari bahasa Sanskerta sastra,
yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau
"pedoman", dari kata dasar sas- yang berarti "instruksi"
atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia kata ini digunakan untuk merujuk
kepada "kesusastraan" ialah sebuah jenis tulisan yang memiliki arti
ataupun suatu keindahan tertentu. Menurut salah seorang penulis sastra yang
bernama Goenawan Mohamad
"Kesusastraan adalah hasil proses yang berjerih payah, dan tiap orang yang
pernah menulis karya sastra tahu: ini bukan sekadar soal keterampilan teknik.
Menulis menghasilkan sebuah prosa atau puisi yang terbaik dari diri kita adalah
proses yang minta pengerahan batin”.(http://sisyfasyfa4.blogspot.com/2011/04/pengertian-kesusastraan.html).
Sastra
merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama-tama sebuha imitasi.
Sang seniman menciptakan sebuah dunia baru, meneruskan proses penciptaan di
dalam semesta alam, bahkan menyempurnakannya. Sastra terutama merupakan suatu
luapan emosi yang spontan. Dalam puisi terungkapkan nafsu-nafsu kodrat yang
bernyala-nyala, hakikat hidup dan alam. (Jan van Luxumberg : 1992).
Sastra diartikan
sebagai alat untuk mengajar, memberi instruksi dan petunjuk kepada pembaca.
Wellek dan Warren ( 1987 : 3 ) mengatakan bahwa sastra adalah suatu kajian
kreatif, sebuah karya seni. Damono ( 1984 : 10) mengatakan bahwa lembaga sosial
yang menggunakan bahasa sebagai medium : bahasa itu sendiri merupakan ciptaan
sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu adalah
merupakan suatu kenyataan sosial
(http://id.shvoong.com/humanities/linguistics/2130885.pengertian.sastra/).
(http://id.shvoong.com/humanities/linguistics/2130885.pengertian.sastra/).
Dari beberapa batasan
yang diuraikan di atas dapat disebut beberapa unsur batasan yang selalu disebut
untuk unsur-unsur itu adalah isi sastra berupa pikiran, perasaan, pengalaman,
ide-ide, semangat kepercayaan dan lain-lain. Ekspresi atau ungkapan adalah upaya
untuk mengeluarkan sesuatu dalam diri manusia. Bentuk diri manusia dapat
diekspresikan keluar, dalam berbagai bentuk, sebab tampa bentuk tidak akan
mungkin isi tadi disampaikan pada orang lain. Ciri khas penggungkapan bentuk
pada sastra adalah bahasa. Bahasa adalah bahan utama untuk mewujudkan ungkapan
pribadi di dalam suatu bentuk yang indah.
Menilik hal itu karya
sastra khususnya novel memiliki beberapa ide pikiran yang simetris dengan pola
sosial kehidupan masyarakatnya, sehingga novel pada hakikatnya merupakan
penghayatan terhadap kehidupan. Sebagai hasil penghayatan pegarang terhadap
kehidupan dengan sendirinya pembaca atas semua novel dapat mendekatkan kita
terhadap kehidupan itu.
Sebagai suatu contoh
novel “5cm” karya Donny Dhirgantoro yang mengangkat tentang kisah persahabatan,
cinta dan impian terdapat nilai-nilai sosial didalamnya yang dapat dijadikan
pedoman hidup dalam dunia nyata ini. Oleh karena itu peneliti merasa tertarik
untuk mengadakan suatu penelitian dengan mengangkat judul “ analisis nilai
sosiologis dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro”.
B.
Rumusan
Masalah
Masalah
yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk nilai
sosiologis dalam novel “5 cm” karya Donny Dhirgantoro?
C.
Tujuan
Penelitian
Tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk nilai
sosial dalam novel “5 cm” karya Donny Dhirgantoro.
D.
Manfaat
Penelitian
Manfaat
yang akan dicapai dalam novel ini yaitu :
1.
Mengetahui nilai-nilai sosial dalam
“5Cm” karya Donny Dhirgantoro.
2.
Menjadikan motivasi diri dalam pergaulan
di masyarakat.
3.
Menambah bahan bacaan atau bahan ajar
tentang apresiasi sastra, khususnya novel.
4.
Menambah wawasan pembaca tentang khazana
sastra dan budaya Indonesia.
E.
Tinjauan
pustaka
1. Hakikat
Sastra
Sastra
berasal dari bahasa Sanskerta sastra,
yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau
"pedoman", dari kata dasar sas- yang berarti "instruksi"
atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia kata ini digunakan untuk merujuk
kepada "kesusastraan" ialah sebuah jenis tulisan yang memiliki arti
ataupun suatu keindahan tertentu. Menurut salah seorang penulis sastra yang
bernama Goenawan Mohamad
"Kesusastraan adalah hasil proses yang berjerih payah, dan tiap orang yang
pernah menulis karya sastra tahu: ini bukan sekadar soal keterampilan teknik.
Menulis menghasilkan sebuah prosa atau puisi yang terbaik dari diri kita adalah
proses yang minta pengerahan batin”.(http://sisyfasyfa4.blogspot.com/2011/04/pengertian-kesusastraan.html).
Bahan untuk mewujudkan bentuk sastra
adalah bahasa. Bahasa dalam sastra dapat berwujud lisan dan melahirkan sastra
lisan. Tetapi juga dapat dalam bentuk tulisan dan melahirkan sastra tulis.
Sastra tulis maupun sastra lisan mewujudkan dirinya dalam suatu bentuk. Sedang
bentuk sastraitu bermacam-macam ragam. Namun apapun bentuknya setiap bentuk itu
terdiri dari satuan unsur-unsur yang membentuk suatu susunan atau struktur
sehingga menjadi suatu wujud yang bulat dan utuh. Suatu bentuk sastra disebut
indah kalau memenuhi syarat-syarat (1) keutuhan (unity), (2) keselarasan (harmony),
(3) keseimbangan (balance), (4)
fokus atau pusat penekanan suatu unsur (right
emphasis). Jakob Sumarjo dan Saini K.M. (1988 :4).
Menurut Robert Scholes (dalam
Luxemburg dkk, 1992: 1), sastra itu sebuah kata, bukan sebuah benda. Mengutip
pandangan Robert Scholes tersebut, dapat dikatakan bahwa sastra merupakan ruang
yang mengedepankan kata-kata (semacam lahan berekspresi) dibandingkan pada
kebendaan yang mungkin setiap saat bisa lapuk dan binasa. Kata-kata diyakini
akan lebih awet sebab ia berputar pada imajinasi antara hati dan otak manusia.
Sehingga jarang untuk binasa.
Beberapa definisi yang pernah diungkapkan orang :
a.
Sastra adalah seni berbahasa.
b.
Sastra adalah ungkapan spontan dari perasaan yang
mendalam.
c.
Sastra adalah ekspresi pikiran dalam bahasa.
d.
Sastra adalah inspirasi kehidupan yanag dimateraikan
dalam sebuah bentuk keindahan.
e.
Sastra adalah buku-buku yang memuat perasaan
kemanusiaan yang mendalam dan kebenaran moral dengan sentuhan kesucian,
keluasan pandangan, dan bentuk yang mempesona.
f.
Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa
pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk
gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
Menurut M.E Shender dan Pien Supinah (1990:4) dalam (Page, 2011:8) bahwa beberapa ciri
termasuk sebuah sastra, yaitu:
a.
Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah
kreasi, bukan sebuah imitasi, sastra merupakan suatu luapan yang spontan.
Misalnya dalam sebuah puisi akan terungkap kodrat dan makna hidup serta
kehidupan. Dalam penciptaan karya
sastra sebagai bagian dari karya seni
dibutuhkan bakat dan daya imajinasi yang
tinggi sehingga tidak semua orang mampu menciptakan karya tersebut.
b.
Sastra bersifat otonomi, artinya tidak mengacu
kepada sesuatu yang lain. Otonomi sastra
berbeda dengan otonomi karya lain. Karena itu karya sastra mengacu kepada
kemampuan daya imajinasi, baik dalam penciptaan karya sastra maupun penikmatan
karya tersebut.
c.
Karya sastra yang otonomi itu bercirikan
koherensi. Kohorensi artinya suatu kesetaraan yang mendalam antara bentuk dan
isi. Unsur bentuk pada karya sastra sangat terkait dengan tipologi, rima,
diksi, bahasa, warna wujud, dll.
d.
Sastra menghidangkan sebuah sintesis antara
hal-al yang saling bertentangan. Pertentangan itu aneka ragam bentuknya.
Dari uraian di atas jelas bahwa cipta sastra
merupakan sintesa dari adanya tesa dan anti tesa. Tesa artinya kenyataan yang
dihadapi, sedang anti tesa berarti sikap yang bersifat subjekif. Sintesa
berarti hasil dari perlwanan antara tesa yang bersifat idealis, imajinatif, dan
kreatif berdasarkan cita-cita dan konsepsi pengarang dengan bahasa sebgai
medianya.
Menurut Luxemburg (1992:4-6)
beberapa ciri yang selalu muncul dari definisi-definisi yang pernah diungkapkan
antara lain :
a.
Sastra
merupakan ciptaan atau kreasi, bukan pertama-tama imitasi.
b.
Sastra
bersifat otonom (menciptakan dunianya sendiri), terlepas dari dunia nyata.
c.
Sastra
mempunyai ciri koherensi atau keselarasan antara bentuk dan isinya.
d.
Sastra
menghidangkan sintesa (jalan tengah) antara hal-hal yang saling bertentangan.
e.
Sastra
berusaha mengungkapkan hal yang tidak terungkapkan.
Bentuk sastra pada dasarnya dibedakan menjadi
dua yaitu; sastra imajinatif dan sastra non imajinatif. Dalam penggolongan
sastra yang pertama, ciri khayali sastra agak kuat dibanding dengan sastra non
imajinatif begitu pula dalam penggunaan bahasanya, sastra imajinatif lebih
menekankan penggunaan bahasa dalam arti yang konotatif (banyak artinya)
dibandingkan dengan sastra non imajinatif yang lebih menekankan penggunaan
bahasa denotative (tunggal arti). Tentu saja perbedaan – perbedaan tadi
bersifat ekstrem , sebab pada kenyataanya tidak ada karya sastra imajinatif
yang sepenuhnya khayali dan berbahasa konotatif. Juga tidak selamnya khayali
sastra non-imajintif tidak bersifat khayali dan berbahasa denotative-konotatif
tadi tidak ada ukurannya. Kedua unsur tersebut bercambur baur pada
masing-masing jenis karya sastra, hanya bobot penekanannya dapat bergeser dan
berbeda-beda. Kalau dalam sebuah karya sastra unsur khayali agak berkurang dan penggunaan bahasa cenderung denotative,
maka karya demikian cenderung digolongkan ke dalam karya sastra non-imajinatif.
Begitu pula sebaliknya.
Dengan demikian, ciri
sastra imajinatif adalah karya sastra tersebut lebih banyak bersifat khayali, menggunakan
bahasa yang konotatif, dan memenuhi syarat-syarat estetika seni. Sedangkan ciri
sastra non-imajinatif adalah karya sastra tersebut lebih banyak unsur
faktualnya dari pada khayalinya, menggunakan bahasa yang cenderung denotative,
dan memenuhi syarat-syarat estetika seni.
Dalam prakteknya jenis
sastra non-imajinatif tadi terdiri dari karya-karya yang berbentuk prosa yang
termasuk di dalamnya adalah jenis biografi, auto biografi, kisah, kritik/esei
dan fiksi yang termasuk di dalamnya adalah hikayat dan cerita sejarah. Dalam
jenis sastra non imajinatif ini kadang-kadang dimasukkan pula jenis memoir,
catatan harian, dan surat-surat. Dalam sejarah sastra indonesia moderen genre
sastra yang moderen yang disebut di atas jarang yang dimasukkan sebagai karya
sastra. Apa yang disebut karya sastra di Indonesia selalu yang imajinatif saja.
Hanya kritik dan esei sering dimasukkan sebagai karya sastra di Indonesia hal
ini dapat kita maklumi karena sejarah sastra Indonesia moderen masih pendek
usianya, sehingga genre-genre sastra non imajinatif belum sempat berkembang.
Termasuk dalam penggolongan sastra imajinatif
adalah karya puisi yang termasuk di dalamnya adalah epik, kritik, dan drama.
Fiksi yang meliputi dongeng, panji, hikayat, serta prosa yang meliputi cerpen,
novel, roman, dan drama yang meliputi sosio drama, tragedi, komedi, melo drama
dan lain-lain sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahawa kesamaan
antara sastra imajinatif dan non imajintaif adalah masalah estetika seni. Unsur
esetetika seni meliputi keutuhan (unity), keselarasan (harmony), kesimbangan
(balance), fokus (pusat penekanan suatu unsur). Sedangkan perbedaan terletak
pada isi dan bahasanya. Isi sastra imajinatif sepenuhnya bersifat
khayal/fiktif, sedangkan isi satra non imajinatif di dominiasi oleh
fakta-fakta. Bahasa sastra imajinatif cenderung konotatif, sedangkan bahasa
sastra non imajinatif cenderung denotatif. Jakob Sumarjdo dan Saini K.M.
(1988 : 16)
Dari berbagai pendapat yang
dipaparkan sebelumnya maka dapat ditarik sebuah garis simpulan tentang hakikat
sastra yaitu pengungkapan realitas kehidupan masyarakat secara imajiner atau
secara fiksi yang dituangkan secara spontan oleh ekspresi dalam bentuk yang
indah.
2. Definisi
Novel
Dalam
arti luas novel adalah cerita yang berbentuk prosa dalam ukuran yang luas.
Ukuran yang luas di sini dapat berarti ceria dengan plot (alur) yang kompleks,
karakter yangbanyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam, dan
setting cerita yang beragam pula. Namun “ukuran luas” di sini juga tidak mutlak
demikian, mungkin yang luas hanya salah satu unsur fiksinya saja misalnya
temanya, sedang karakter, setting dan lain-lainnya hanya satu saja.
Istilah novel sama dengan istilah
roman. Kata novel berasal dari bahasa Italia yang kemudian berkembang di Inggris
dan Amerika Serikat. Sedang istilah roman berasal dari genre romance dari abad pertengahan yang
merupakan cerita panjang tentang kepahlawanan dan kecintaan. Istilah roman
berkembang di Jerman, Belanda, Perancis dan bagian-bagian Eropa daratan lain.
Berdasarkan asal-usul istilah tadi memang ada sedikit perbedaan antara roman
dan novel yankni bahwa bentuk novel lebih pendek dibanding dengan roman, tetapi
ukuran luasnya unsur cerita hampir sama.
Novel
dapat dibagi menjadi tiga golongan, yakni nvel percintaan, novel petualang dan
novel fantasi.
Novel percintaan
melibatkan peranan tokoh wanita dan pria secara berimbang, bahkan kadang-kadang
peranan wanita lebih dominan. Dalam jenis novel ini digarap hampir semua tema,
dan sebagian besar novel termasuk jenis ini.
Novel
petualangan sedikit sekali memasukkan peranan wanita. Jika wanita tersebut
dalam novel jenis ini, maka penggambarannya hampir streotip dan kurang
berperan. Jenis novel petualang adalah “bacaan kaum pria” karena tokoh-tokoh
didalamnya pria dan dengan sendirinya
melibatakn banyak masalah dunia lelaki yang tidak ada hubungannya dengan
dunia wanita. Meskipun dalam jenis novel petualangan ini sering ada percintaan
juga, namun hanya bersifat sampingan belaka artinya novel itu tidak semata-mata
berbicara persoalan cinta.
Novel
fantasi bercerita tentang hal-hal yang tidak realistis dan serba tidak mungkin
dilihat dari pengalaman sehari-hari. Novel ini menggunakan karakter yang tidak
realistis, setting dan plot juga tidak wajar unutk menyampaikan ide-ide penulisnya
. jenis novel ini mementingkan ide , konsep dan gagasan sastrawannya yang hanya dapat jelas kalau diutarakan dalam
bentuk cerita fantastik, artinya menyalahi hukum empiris, hukum pengalaman
sehari-hari. Jakob Sumardjo dan Saini K.M. (1988 : 29).
Novel merupakan bentuk karya sastra
yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran
daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Sebagai bahan bacaan, novel dapat
dibagi menjadi dua golongan yaitu karya serius dan karya hiburan. Pendapat
demikian memang benar tapi juga ada kelanjutannya. Yakni bahwa tidak semua yang
mampu memberikan hiburan bisa disebut sebagai karya sastra serius. Sebuah novel
serius bukan saja dituntut agar dia merupakan karya yang indah, menarik dan
dengan demikian juga memberikan hiburan pada kita. Tetapi ia juga dituntut
lebih dari itu. Novel adalah novel syarat utamanya adalah bawa ia mesti
menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang habis membacanya.
Novel yang baik dibaca untuk
penyempurnaan diri. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan
para pembacanya. Sebaliknya novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan santai
belaka. Yang penting memberikan keasyikan pada pembacanya untuk
menyelesaikannya. Tradisi novel hiburan terikat dengan pola – pola. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa novel serius punya fungsi social, sedang novel
hiburan Cuma berfungsi personal. Novel berfungsi social lantaran novel yang
baik ikut membina orang tua masyarakat menjadi manusia. Sedang novel hiburan
tidak memperdulikan apakah cerita yang dihidangkan tidak membina manusia atau
tidak, yang penting adalah bahwa novel memikat dan orang mau cepat–cepat
membacanya.
Banyak
sastrawan yang memberikan yang memberikan batasan atau definisi novel. Batasan
atau definisi yang mereka berikan berbeda-beda karena sudut pandang yang mereka
pergunakan juga berbeda-beda. Definisi – definisi itu antara lain adalah
sebagai berikut :
a.
Novel adalah bentuk sastra yang paling popular di
dunia. Bentuk sastra ini paling banyak dicetak dan paling banyak beredar,
lantaran daya komunitasnya yang luas pada masyarakat (Jakob Sumardjo Drs).
b.
Novel adalah bentuk karya sastra yang di dalamnya
terdapat nilai-nilai budaya social, moral, dan pendidikan (Dr. Nurhadi, Dr.
Dawud, Dra. Yuni Pratiwi, M.Pd, Dra. Abdul Roni, M. Pd).
c.
Novel merupakan karya sastra yang mempunyai dua unsur,
yaitu : undur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang kedua saling berhubungan
karena sangat berpengaruh dalam kehadiran sebuah karya sastra (Drs.
Rostamaji,M.Pd, Agus priantoro, S.Pd).
d. Novel adalah
karya sastra yang berbentuk prosa yang mempunyai unsur-unsur intrinsic (Paulus
Tukam, S.Pd). dalam ( http://bocahsastra.wordpress.
com/2012/05/22/pengertian-novel-dan-unsur-unsurnya/).
3. Definisi
Sosiologi Sastra
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Sosiologi sastra
merupakan pengetahuan tentang sifat dan perkembangan masyarakat dari atau
mengenai sastra karya para kritikus dan sejarawan yang terutama mengungkapkan
pengarang yang dipengaruhi oleh status lapisan masyarakat tempat ia berasal, ideologi
politik dan soaialnya, kondisi ekonomi serta khalayak yang ditujunya.
Sosiologi merupakan
ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang merupakan hasil terakhir daripada
perkembangan ilmu pengetahuan. Sosiologi lahir pada saat-saat terakhir
perkembangan ilmu pengetahuan, oleh karena sosiologi didasarkan pada
kemajuan-kemajuan yang telah dicapai ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Selanjutnya
Camte berkata bahwa sosiologi dibentuk berdasarkan pengamatan dan tidak pada
spekulasi-spekulasi perihal keadaan masyarakat dan hasil-hasil observasi
tersebut harus disusun secara sistematis dan motodologis. Suekanto, (1982: 4 ).
Dalam (http://pusatbahasaalazhar.wordpress.
com/pesona-puisi/sosiologi-sastra/).
Hubungan antara
(aspek-aspek Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra
yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan
norma-norma dan adat istiadat zaman itu. Pengarang mengubah karyanya selaku
seorang warga masyarakat pula ( Luxenburg, 1992: 23 ). Lebih lanjut dikatakan
bahwa hubungan antara sastra dan masyarakat dapat diteliti dengan cara:
a.
Faktor – faktor di luar teks, gejala
kontek sastra, teks itu tidak ditinjau. Penelitian ini menfokuskan pada
kedudukan pengarang dalam masyarakat, pembaca, penerbitan dan seterusnya.
Faktor-faktor konteks ini dipelajari oleh sosiologi sastra empiris yang tidak
dipelajari, yang tidak menggunakan pendekatan ilmu sastra.
b.
Hal-hal yang bersangkutan dengan sastra
diberi aturan dengan jelas, tetapi diteliti dengan metode-metode dari ilmu
sosiologi. Tentu saja ilmu sastra dapat mempergunakan hasil sosiologi sastra,
khususnya bila ingin meniti persepsi para pembaca.
c. teks sastra dan susunan masyarakat sejauh mana
system masyarakat serta jaringan sosial dan karyanya, melainkan juga menilai
pandangan pengarang.
Dari
uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra merupakan hubungan
sosial kemasyarakatan yang dituangkan dalam bentuk teks yang bernilai sastra.
Pendekatan sosiologi sastra jelas merupakan hubungan antara
satra dan masyarakat, literature is an exspreesion of society,
artinya sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat. Maksudnya masyarakat mau
tidak mau harus mencerminkan dan mengespresikan hidup ( Wellek and
Werren, 1990: 110 ). Dalam (http://pusatbahasaalazhar.wordpress. com/pesona-puisi/sosiologi-sastra/).
Hubungan yang nyata antara sastra dan masyarakat oleh Wellek
dan Werren dapat diteliti melal
a. Sosiologi
Pengarang
Menyangkut masalah
pengarang sebagai penghasil Karya satra. Mempermasalahkan status sosial,
ideologi sosial pengarang, dan ketertiban pengarang di luar karya sastra.
b. Sosiologi
Karya Sastra
Menyangkut
eksistensi karya itu sendiri, yang memuat isi karya sastra, tujuan, serta
hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri, dan yang berkaitan
masalah-masalah sosial.
c. Sosiologi Pembaca
Mempermasalahkan
pembaca dan pengaruh sosial karya tersebut, yakni sejauh mana dampak sosial
sastra bagi masyarakat pembacanya ( Wellek dan Werren, 1990: 111 ). Dalam (http://pusatbahasaalazhar.wordpress.
com/pesona-puisi/sosiologi-sastra/).
Beberapa pengertian dan pendapat di atas menyimpulkan bahwa
pendekatan sosiologi sastra adalah pendekatan terhadap karya sastra dengan
tidak meninggalkan segi-segi masyarakat, termasuk latar belakang kehidupan
pengarang dan pembaca karya sastra.
Karya sastra kita kenal sebagai karya imajinasi yang lahir
bukan atas kekososngan jiwa namun juga atas realitas yang terjadi di sekeliling
penarang. Hal ini tentu tidak lepas dari unsure yang membangun karya sastra
tersebut yang meliputi unur intrinsik (unsur yang membangun karya sastra dari
dalam dan unsure ekstrinsik (unsur yang membangun karya sastra dari luar).
Salah satu contoh kajian sktrinsik karya sastra adalag konflik sosial yang hal
tersebut tercakup dalam kajian sosiologi sastra.
Sosiologi
sastra merupakan kajian ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat ,
mengenai lembaga dan proses sosial . Sosiologi mengkaji struktur sosial dan
proses sosial termasuk didalamnya perubahan-perubahan sosial yang mempelajari
lembaga sosial. agama, ekonomi, politik dan sebagainya secara bersamaan dan
membentuk struktur sosial guna memperoleh gambaran tentang cara-cara manusia
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mekanisme kemasyarakatan dan
kebudayaan. Sastra sebagaimana sosiologi berurusan dengan manusia karena
keberadaannya dalam masyarakat untuk dinikmati dan dimanfaatkan oleh masyarakat
itu sendiri. Sastra sebagai lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai
mediumnya karena bahasa merupakan wujud dari ungkapan sosial yang menampilkan
gambaran kehidupan. (http://bocahsastra.wordpress.com/2012/03/16/pendekatan-sosiologi-sastra-sebagai-alat-analisa-novel/).
Dengan demikian dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra merupakan hubungan
pengarang dengan masyarakat dan hubungan karya
sastra dangan masyarakat, yang dituangkan dalam bentuk karya fiktif
untuk menggambarkan kehidupan masyarakatnya yang dikaji secara sosiologis.
4. Nilai
Sosiologis
Nilai sosial
adalah segala sesuatu yang dianggap baik dan benar, yang diidam-idamkan
masyarakat. Agar nilai-nilai sosial itu dapat tercipta dalam masyarakat, maka
perlu diciptakan norma sosial dengan sanksi-sanksi sosial. Nilai sosial
merupakan penghargaan yang diberikan masyarakat kepada segala sesuatu yang
baik, penting, luhur, pantas, dan mempunyai daya guna fungsional bagi
perkembangan dan kebaikan hidup bersama. Berikut ini definisi nilai sosial
menurut pendapat para ahli. (http://alfinnitihardjo.ohlog.com/nilai-sosial.oh112673.html.).
Notonagoro dalam (Nurseno, 2007 : 29) mengemukakan bahwa nilai terdiri
tiga macam nilai yaitu :
a.
Nilai
Material
Nilai material
yaitu segala benda yang berguna bagi manusia.
b.
Nilai
Vital
Nilai vital yaitu
segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan aktivitas atau
kegiatan.
c.
Nilai
Kerohanian
Nilai kerohanian
yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai kerohanian dibagi menjadi empat yaitu
(1) Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal manusia, (2) nilai keindahan,
yang bersumber dari unsur rasa mannusia, (3) nilai moral, yang bersumber dari
unsur kehendak atau kemauan, dan (4) nilai religius, yang merupakan nilai
ketuhanan yang tinggi dan mutlak bersumber dari keyakinan dan kepercayaan
manusia (agama).
Selain Notonogoro ada lagi yang berpendapat
tentang macam-macam nilai, yang terdiri atas berikut :
a.
Nilai
yang berhubungan dengan keindahan (estetika)
Nilai keindahan ini
terdapat dalam segala bidang dan merupakan salah satu aspek budaya. Misalnya
sastra, tari, seni suara, lukis dan seni-seni yang lain.
b.
Nilai
yang berhubungan dengan pengetahuan
Nilai dalam
pengetahuan mengutamakan dan selalu menuntut kebenaran sesuai konsep keilmuan
pada umumnya. Pedoman nilai ini adalah nalar atau logika.
c.
Nilai
berhubungan dengan agama atau kepercayaan
Sumber nilai ini
adalah agama atau kepercayaan. Nilai yang berhubungan dengan agama berisi
ajaran tentang benar atau salah yang erat kaitannya dengan sikap, perilaku dan
perbuatan sesuai ajaran agama dan bertentangan atau menyimpan dari agama.
d.
Nilai
yang berhubungan dengan kebendaan (ekonomis)
Nilai ini diukur
dengan daya guna terhadap usaha manusia dalam mencukupi kebutuhannya, mengingat
akan laba rugi dan segala cara dalam memperoleh benda-bend kebutuhan.
e.
Nilai
yang berhubungan dengan kesehatan
Nilai ini sangat
erat hubungannya dengan unsur biologis. Setiap manusia selalu menjaga organ
tubuhnya agar tetap dalam keadaan normal dan sehat baik lahir maupun batin.
f.
Nilai
yang berhubungan dengan undang-undang atau peraturan negara
Nilai ini menjadi
pedoman bagi setiap warga negara agar mengetahui hak serta kewajbannya.
Dengan
demikian nilai sosiologi dapat dibedakan atas nilai material (ekonomi), nilai
estetika, nilai edukatif, nilai religi (moral), nilai kesehatan dan nilai
undang-undang negara.
F.
Kerangka
pikir
SASTRA
|
PUISI
|
PROSA
|
DRAMA
|
IMAJINATIF
|
NON IMAJINATIF
|
NOVEL
“5 CM”
|
INTRINSIK
|
EKSTRINSIK
|
NILAI SOSIOLOGI SASTRA
|
TEMUAN
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar