Selasa, 04 Juni 2013

analisis nilai sosiologis novel 5 cm karya Donny Dhirgaantoro.


A.    Latar Belakang
Sastra berasal dari bahasa Sanskerta sastra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar sas- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia kata ini digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" ialah sebuah jenis tulisan yang memiliki arti ataupun suatu keindahan tertentu. Menurut salah seorang penulis sastra yang bernama Goenawan Mohamad "Kesusastraan adalah hasil proses yang berjerih payah, dan tiap orang yang pernah menulis karya sastra tahu: ini bukan sekadar soal keterampilan teknik. Menulis menghasilkan sebuah prosa atau puisi yang terbaik dari diri kita adalah proses yang minta pengerahan batin”.(http://sisyfasyfa4.blogspot.com/2011/04/pengertian-kesusastraan.html).
Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama-tama sebuha imitasi. Sang seniman menciptakan sebuah dunia baru, meneruskan proses penciptaan di dalam semesta alam, bahkan menyempurnakannya. Sastra terutama merupakan suatu luapan emosi yang spontan. Dalam puisi terungkapkan nafsu-nafsu kodrat yang bernyala-nyala, hakikat hidup dan alam. (Jan van Luxumberg : 1992).
Sastra diartikan sebagai alat untuk mengajar, memberi instruksi dan petunjuk kepada pembaca. Wellek dan Warren ( 1987 : 3 ) mengatakan bahwa sastra adalah suatu kajian kreatif, sebuah karya seni. Damono ( 1984 : 10) mengatakan bahwa lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium : bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu adalah merupakan suatu kenyataan sosial
(http://id.shvoong.com/humanities/linguistics/2130885.pengertian.sastra/).
Dari beberapa batasan yang diuraikan di atas dapat disebut beberapa unsur batasan yang selalu disebut untuk unsur-unsur itu adalah isi sastra berupa pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide, semangat kepercayaan dan lain-lain. Ekspresi atau ungkapan adalah upaya untuk mengeluarkan sesuatu dalam diri manusia. Bentuk diri manusia dapat diekspresikan keluar, dalam berbagai bentuk, sebab tampa bentuk tidak akan mungkin isi tadi disampaikan pada orang lain. Ciri khas penggungkapan bentuk pada sastra adalah bahasa. Bahasa adalah bahan utama untuk mewujudkan ungkapan pribadi di dalam suatu bentuk yang indah.
Menilik hal itu karya sastra khususnya novel memiliki beberapa ide pikiran yang simetris dengan pola sosial kehidupan masyarakatnya, sehingga novel pada hakikatnya merupakan penghayatan terhadap kehidupan. Sebagai hasil penghayatan pegarang terhadap kehidupan dengan sendirinya pembaca atas semua novel dapat mendekatkan kita terhadap kehidupan itu.
Sebagai suatu contoh novel “5cm” karya Donny Dhirgantoro yang mengangkat tentang kisah persahabatan, cinta dan impian terdapat nilai-nilai sosial didalamnya yang dapat dijadikan pedoman hidup dalam dunia nyata ini. Oleh karena itu peneliti merasa tertarik untuk mengadakan suatu penelitian dengan mengangkat judul “ analisis nilai sosiologis dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro”.
B.     Rumusan Masalah
Masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk nilai sosiologis dalam novel “5 cm” karya Donny Dhirgantoro?
C.    Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk nilai sosial dalam novel “5 cm” karya Donny Dhirgantoro.
D.    Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan dicapai dalam novel ini yaitu :
1.        Mengetahui nilai-nilai sosial dalam “5Cm” karya Donny Dhirgantoro.
2.        Menjadikan motivasi diri dalam pergaulan di masyarakat.
3.        Menambah bahan bacaan atau bahan ajar tentang apresiasi sastra, khususnya novel.
4.        Menambah wawasan pembaca tentang khazana sastra dan budaya Indonesia.


E.     Tinjauan pustaka
1.      Hakikat Sastra
Sastra berasal dari bahasa Sanskerta sastra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar sas- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia kata ini digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" ialah sebuah jenis tulisan yang memiliki arti ataupun suatu keindahan tertentu. Menurut salah seorang penulis sastra yang bernama Goenawan Mohamad "Kesusastraan adalah hasil proses yang berjerih payah, dan tiap orang yang pernah menulis karya sastra tahu: ini bukan sekadar soal keterampilan teknik. Menulis menghasilkan sebuah prosa atau puisi yang terbaik dari diri kita adalah proses yang minta pengerahan batin”.(http://sisyfasyfa4.blogspot.com/2011/04/pengertian-kesusastraan.html).
Bahan untuk mewujudkan bentuk sastra adalah bahasa. Bahasa dalam sastra dapat berwujud lisan dan melahirkan sastra lisan. Tetapi juga dapat dalam bentuk tulisan dan melahirkan sastra tulis. Sastra tulis maupun sastra lisan mewujudkan dirinya dalam suatu bentuk. Sedang bentuk sastraitu bermacam-macam ragam. Namun apapun bentuknya setiap bentuk itu terdiri dari satuan unsur-unsur yang membentuk suatu susunan atau struktur sehingga menjadi suatu wujud yang bulat dan utuh. Suatu bentuk sastra disebut indah kalau memenuhi syarat-syarat (1) keutuhan (unity), (2) keselarasan (harmony), (3) keseimbangan (balance), (4) fokus atau pusat penekanan suatu unsur (right emphasis). Jakob Sumarjo dan Saini K.M. (1988 :4).
Menurut Robert Scholes (dalam Luxemburg dkk, 1992: 1), sastra itu sebuah kata, bukan sebuah benda. Mengutip pandangan Robert Scholes tersebut, dapat dikatakan bahwa sastra merupakan ruang yang mengedepankan kata-kata (semacam lahan berekspresi) dibandingkan pada kebendaan yang mungkin setiap saat bisa lapuk dan binasa. Kata-kata diyakini akan lebih awet sebab ia berputar pada imajinasi antara hati dan otak manusia. Sehingga jarang untuk binasa.
Beberapa definisi yang pernah diungkapkan orang :
a.         Sastra adalah seni berbahasa.
b.        Sastra adalah ungkapan spontan dari perasaan yang mendalam.
c.         Sastra adalah ekspresi pikiran dalam bahasa.
d.        Sastra adalah inspirasi kehidupan yanag dimateraikan dalam sebuah bentuk keindahan.
e.         Sastra adalah buku-buku yang memuat perasaan kemanusiaan yang mendalam dan kebenaran moral dengan sentuhan kesucian, keluasan pandangan, dan bentuk yang mempesona.
f.         Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
Menurut M.E Shender dan Pien Supinah (1990:4) dalam (Page, 2011:8) bahwa beberapa ciri termasuk sebuah sastra, yaitu:
a.         Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan sebuah imitasi, sastra merupakan suatu luapan yang spontan. Misalnya dalam sebuah puisi akan terungkap kodrat dan makna hidup serta kehidupan.  Dalam penciptaan karya sastra  sebagai bagian dari karya seni dibutuhkan bakat  dan daya imajinasi yang tinggi sehingga tidak semua orang mampu menciptakan karya tersebut.
b.        Sastra bersifat otonomi, artinya tidak mengacu kepada sesuatu yang lain. Otonomi  sastra berbeda dengan otonomi karya lain. Karena itu karya sastra mengacu kepada kemampuan daya imajinasi, baik dalam penciptaan karya sastra maupun penikmatan karya tersebut.
c.         Karya sastra yang otonomi itu bercirikan koherensi. Kohorensi artinya suatu kesetaraan yang mendalam antara bentuk dan isi. Unsur bentuk pada karya sastra sangat terkait dengan tipologi, rima, diksi, bahasa, warna wujud, dll.
d.        Sastra menghidangkan sebuah sintesis antara hal-al yang saling bertentangan. Pertentangan itu aneka ragam bentuknya.
Dari uraian di atas jelas bahwa cipta sastra merupakan sintesa dari adanya tesa dan anti tesa. Tesa artinya kenyataan yang dihadapi, sedang anti tesa berarti sikap yang bersifat subjekif. Sintesa berarti hasil dari perlwanan antara tesa yang bersifat idealis, imajinatif, dan kreatif berdasarkan cita-cita dan konsepsi pengarang dengan bahasa sebgai medianya.
Menurut Luxemburg (1992:4-6) beberapa ciri yang selalu muncul dari definisi-definisi yang pernah diungkapkan antara lain :
a.       Sastra merupakan ciptaan atau kreasi, bukan pertama-tama imitasi.
b.      Sastra bersifat otonom (menciptakan dunianya sendiri), terlepas dari dunia nyata.
c.       Sastra mempunyai ciri koherensi atau keselarasan antara bentuk dan isinya.
d.      Sastra menghidangkan sintesa (jalan tengah) antara hal-hal yang saling bertentangan.
e.      Sastra berusaha mengungkapkan hal yang tidak terungkapkan.
Bentuk sastra pada dasarnya dibedakan menjadi dua yaitu; sastra imajinatif dan sastra non imajinatif. Dalam penggolongan sastra yang pertama, ciri khayali sastra agak kuat dibanding dengan sastra non imajinatif begitu pula dalam penggunaan bahasanya, sastra imajinatif lebih menekankan penggunaan bahasa dalam arti yang konotatif (banyak artinya) dibandingkan dengan sastra non imajinatif yang lebih menekankan penggunaan bahasa denotative (tunggal arti). Tentu saja perbedaan – perbedaan tadi bersifat ekstrem , sebab pada kenyataanya tidak ada karya sastra imajinatif yang sepenuhnya khayali dan berbahasa konotatif. Juga tidak selamnya khayali sastra non-imajintif tidak bersifat khayali dan berbahasa denotative-konotatif tadi tidak ada ukurannya. Kedua unsur tersebut bercambur baur pada masing-masing jenis karya sastra, hanya bobot penekanannya dapat bergeser dan berbeda-beda. Kalau dalam sebuah karya sastra unsur khayali agak berkurang  dan penggunaan bahasa cenderung denotative, maka karya demikian cenderung digolongkan ke dalam karya sastra non-imajinatif. Begitu pula sebaliknya.
Dengan demikian, ciri sastra imajinatif adalah karya sastra tersebut lebih banyak bersifat khayali, menggunakan bahasa yang konotatif, dan memenuhi syarat-syarat estetika seni. Sedangkan ciri sastra non-imajinatif adalah karya sastra tersebut lebih banyak unsur faktualnya dari pada khayalinya, menggunakan bahasa yang cenderung denotative, dan memenuhi syarat-syarat estetika seni.
Dalam prakteknya jenis sastra non-imajinatif tadi terdiri dari karya-karya yang berbentuk prosa yang termasuk di dalamnya adalah jenis biografi, auto biografi, kisah, kritik/esei dan fiksi yang termasuk di dalamnya adalah hikayat dan cerita sejarah. Dalam jenis sastra non imajinatif ini kadang-kadang dimasukkan pula jenis memoir, catatan harian, dan surat-surat. Dalam sejarah sastra indonesia moderen genre sastra yang moderen yang disebut di atas jarang yang dimasukkan sebagai karya sastra. Apa yang disebut karya sastra di Indonesia selalu yang imajinatif saja. Hanya kritik dan esei sering dimasukkan sebagai karya sastra di Indonesia hal ini dapat kita maklumi karena sejarah sastra Indonesia moderen masih pendek usianya, sehingga genre-genre sastra non imajinatif belum sempat berkembang.
Termasuk dalam penggolongan sastra imajinatif adalah karya puisi yang termasuk di dalamnya adalah epik, kritik, dan drama. Fiksi yang meliputi dongeng, panji, hikayat, serta prosa yang meliputi cerpen, novel, roman, dan drama yang meliputi sosio drama, tragedi, komedi, melo drama dan lain-lain sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahawa kesamaan antara sastra imajinatif dan non imajintaif adalah masalah estetika seni. Unsur esetetika seni meliputi keutuhan (unity), keselarasan (harmony), kesimbangan (balance), fokus (pusat penekanan suatu unsur). Sedangkan perbedaan terletak pada isi dan bahasanya. Isi sastra imajinatif sepenuhnya bersifat khayal/fiktif, sedangkan isi satra non imajinatif di dominiasi oleh fakta-fakta. Bahasa sastra imajinatif cenderung konotatif, sedangkan bahasa sastra non imajinatif cenderung denotatif. Jakob Sumarjdo dan Saini K.M.  (1988 : 16)
Dari berbagai pendapat yang dipaparkan sebelumnya maka dapat ditarik sebuah garis simpulan tentang hakikat sastra yaitu pengungkapan realitas kehidupan masyarakat secara imajiner atau secara fiksi yang dituangkan secara spontan oleh ekspresi dalam bentuk yang indah.
2.      Definisi Novel
Dalam arti luas novel adalah cerita yang berbentuk prosa dalam ukuran yang luas. Ukuran yang luas di sini dapat berarti ceria dengan plot (alur) yang kompleks, karakter yangbanyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam, dan setting cerita yang beragam pula. Namun “ukuran luas” di sini juga tidak mutlak demikian, mungkin yang luas hanya salah satu unsur fiksinya saja misalnya temanya, sedang karakter, setting dan lain-lainnya hanya satu saja.
Istilah novel sama dengan istilah roman. Kata novel berasal dari bahasa Italia yang kemudian berkembang di Inggris dan Amerika Serikat. Sedang istilah roman berasal dari genre romance dari abad pertengahan yang merupakan cerita panjang tentang kepahlawanan dan kecintaan. Istilah roman berkembang di Jerman, Belanda, Perancis dan bagian-bagian Eropa daratan lain. Berdasarkan asal-usul istilah tadi memang ada sedikit perbedaan antara roman dan novel yankni bahwa bentuk novel lebih pendek dibanding dengan roman, tetapi ukuran luasnya unsur cerita hampir sama.
Novel dapat dibagi menjadi tiga golongan, yakni nvel percintaan, novel petualang dan novel fantasi.
Novel percintaan melibatkan peranan tokoh wanita dan pria secara berimbang, bahkan kadang-kadang peranan wanita lebih dominan. Dalam jenis novel ini digarap hampir semua tema, dan sebagian besar novel termasuk jenis ini.
Novel petualangan sedikit sekali memasukkan peranan wanita. Jika wanita tersebut dalam novel jenis ini, maka penggambarannya hampir streotip dan kurang berperan. Jenis novel petualang adalah “bacaan kaum pria” karena tokoh-tokoh didalamnya pria dan dengan sendirinya  melibatakn banyak masalah dunia lelaki yang tidak ada hubungannya dengan dunia wanita. Meskipun dalam jenis novel petualangan ini sering ada percintaan juga, namun hanya bersifat sampingan belaka artinya novel itu tidak semata-mata berbicara persoalan cinta.
Novel fantasi bercerita tentang hal-hal yang tidak realistis dan serba tidak mungkin dilihat dari pengalaman sehari-hari. Novel ini menggunakan karakter yang tidak realistis, setting dan plot juga tidak wajar unutk menyampaikan ide-ide penulisnya . jenis novel ini mementingkan ide , konsep dan gagasan sastrawannya  yang hanya dapat jelas kalau diutarakan dalam bentuk cerita fantastik, artinya menyalahi hukum empiris, hukum pengalaman sehari-hari. Jakob Sumardjo dan Saini K.M. (1988 : 29).
Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Sebagai bahan bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu karya serius dan karya hiburan. Pendapat demikian memang benar tapi juga ada kelanjutannya. Yakni bahwa tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa disebut sebagai karya sastra serius. Sebuah novel serius bukan saja dituntut agar dia merupakan karya yang indah, menarik dan dengan demikian juga memberikan hiburan pada kita. Tetapi ia juga dituntut lebih dari itu. Novel adalah novel syarat utamanya adalah bawa ia mesti menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang habis membacanya.
Novel yang baik dibaca untuk penyempurnaan diri. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan para pembacanya. Sebaliknya novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan santai belaka. Yang penting memberikan keasyikan pada pembacanya untuk menyelesaikannya. Tradisi novel hiburan terikat dengan pola – pola. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa novel serius punya fungsi social, sedang novel hiburan Cuma berfungsi personal. Novel berfungsi social lantaran novel yang baik ikut membina orang tua masyarakat menjadi manusia. Sedang novel hiburan tidak memperdulikan apakah cerita yang dihidangkan tidak membina manusia atau tidak, yang penting adalah bahwa novel memikat dan orang mau cepat–cepat membacanya.
Banyak sastrawan yang memberikan yang memberikan batasan atau definisi novel. Batasan atau definisi yang mereka berikan berbeda-beda karena sudut pandang yang mereka pergunakan juga berbeda-beda. Definisi – definisi itu antara lain adalah sebagai berikut :
a.       Novel adalah bentuk sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak dicetak dan paling banyak beredar, lantaran daya komunitasnya yang luas pada masyarakat (Jakob Sumardjo Drs).
b.      Novel adalah bentuk karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya social, moral, dan pendidikan (Dr. Nurhadi, Dr. Dawud, Dra. Yuni Pratiwi, M.Pd, Dra. Abdul Roni, M. Pd).
c.       Novel merupakan karya sastra yang mempunyai dua unsur, yaitu : undur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang kedua saling berhubungan karena sangat berpengaruh dalam kehadiran sebuah karya sastra (Drs. Rostamaji,M.Pd, Agus priantoro, S.Pd).
d.      Novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa yang mempunyai unsur-unsur intrinsic (Paulus Tukam, S.Pd). dalam http://bocahsastra.wordpress. com/2012/05/22/pengertian-novel-dan-unsur-unsurnya/).
3.      Definisi Sosiologi Sastra
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Sosiologi sastra merupakan pengetahuan tentang sifat dan perkembangan masyarakat dari atau mengenai sastra karya para kritikus dan sejarawan yang terutama mengungkapkan pengarang yang dipengaruhi oleh status lapisan masyarakat tempat ia berasal, ideologi politik dan soaialnya, kondisi ekonomi serta khalayak yang ditujunya.
Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang merupakan hasil terakhir daripada perkembangan ilmu pengetahuan. Sosiologi lahir pada saat-saat terakhir perkembangan ilmu pengetahuan, oleh karena sosiologi didasarkan pada kemajuan-kemajuan yang telah dicapai ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Selanjutnya Camte berkata bahwa sosiologi dibentuk berdasarkan pengamatan dan tidak pada spekulasi-spekulasi perihal keadaan masyarakat dan hasil-hasil observasi tersebut harus disusun secara sistematis dan motodologis. Suekanto, (1982: 4 ). Dalam (http://pusatbahasaalazhar.wordpress. com/pesona-puisi/sosiologi-sastra/).
Hubungan antara  (aspek-aspek Sastra dapat dipandang sebagai  suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat zaman itu. Pengarang mengubah karyanya selaku seorang warga masyarakat pula ( Luxenburg, 1992: 23 ). Lebih lanjut dikatakan bahwa hubungan antara sastra dan masyarakat dapat diteliti dengan cara:
a.       Faktor – faktor di luar teks, gejala kontek sastra, teks itu tidak ditinjau. Penelitian ini menfokuskan pada kedudukan pengarang dalam masyarakat, pembaca, penerbitan dan seterusnya. Faktor-faktor konteks ini dipelajari oleh sosiologi sastra empiris yang tidak dipelajari, yang tidak menggunakan pendekatan ilmu sastra.
b.      Hal-hal yang bersangkutan dengan sastra diberi aturan dengan jelas, tetapi diteliti dengan metode-metode dari ilmu sosiologi. Tentu saja ilmu sastra dapat mempergunakan hasil sosiologi sastra, khususnya bila ingin meniti persepsi para pembaca.
c.        teks sastra dan susunan masyarakat sejauh mana system masyarakat serta jaringan sosial dan karyanya, melainkan juga menilai pandangan pengarang.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra merupakan hubungan sosial kemasyarakatan yang dituangkan dalam bentuk teks yang bernilai sastra.
Pendekatan sosiologi sastra jelas merupakan hubungan antara satra dan masyarakat,  literature is an exspreesion of society, artinya sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat. Maksudnya masyarakat mau tidak mau harus mencerminkan dan mengespresikan hidup (  Wellek and Werren, 1990: 110 ). Dalam (http://pusatbahasaalazhar.wordpress. com/pesona-puisi/sosiologi-sastra/).
Hubungan yang nyata antara sastra dan masyarakat oleh Wellek dan Werren dapat diteliti melal
a.       Sosiologi Pengarang
Menyangkut masalah pengarang sebagai penghasil Karya satra. Mempermasalahkan status sosial, ideologi sosial pengarang, dan ketertiban pengarang di luar karya sastra.
b.       Sosiologi Karya Sastra
Menyangkut eksistensi karya itu sendiri, yang memuat isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri, dan yang berkaitan masalah-masalah sosial.
c.        Sosiologi Pembaca
Mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya tersebut, yakni sejauh mana dampak sosial sastra bagi masyarakat pembacanya ( Wellek dan Werren, 1990: 111 ). Dalam (http://pusatbahasaalazhar.wordpress. com/pesona-puisi/sosiologi-sastra/).
Beberapa pengertian dan pendapat di atas menyimpulkan bahwa pendekatan sosiologi sastra adalah pendekatan terhadap karya sastra dengan tidak meninggalkan segi-segi masyarakat, termasuk latar belakang kehidupan pengarang dan pembaca karya sastra.
Karya sastra kita kenal sebagai karya imajinasi yang lahir bukan atas kekososngan jiwa namun juga atas realitas yang terjadi di sekeliling penarang. Hal ini tentu tidak lepas dari unsure yang membangun karya sastra tersebut yang meliputi unur intrinsik (unsur yang membangun karya sastra dari dalam dan unsure ekstrinsik (unsur yang membangun karya sastra dari luar). Salah satu contoh kajian sktrinsik karya sastra adalag konflik sosial yang hal tersebut tercakup dalam kajian sosiologi sastra.
Sosiologi sastra merupakan kajian ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat , mengenai lembaga dan proses sosial . Sosiologi mengkaji struktur sosial dan proses sosial termasuk didalamnya perubahan-perubahan sosial yang mempelajari lembaga sosial. agama, ekonomi, politik dan sebagainya secara bersamaan dan membentuk struktur sosial guna memperoleh gambaran tentang cara­-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mekanisme kemasyarakatan dan kebudayaan. Sastra sebagaimana sosiologi berurusan dengan manusia karena keberadaannya dalam masyarakat untuk dinikmati dan dimanfaatkan oleh masyarakat itu sendiri. Sastra sebagai lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya karena bahasa merupakan wujud dari ungkapan sosial yang menampilkan gambaran kehidupan.   (http://bocahsastra.wordpress.com/2012/03/16/pendekatan-sosiologi-sastra-sebagai-alat-analisa-novel/).
Dengan demikian dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra merupakan hubungan pengarang dengan masyarakat dan hubungan karya  sastra dangan masyarakat, yang dituangkan dalam bentuk karya fiktif untuk menggambarkan kehidupan masyarakatnya yang dikaji secara sosiologis.
4.      Nilai Sosiologis
Nilai sosial adalah segala sesuatu yang dianggap baik dan benar, yang diidam-idamkan masyarakat. Agar nilai-nilai sosial itu dapat tercipta dalam masyarakat, maka perlu diciptakan norma sosial dengan sanksi-sanksi sosial. Nilai sosial merupakan penghargaan yang diberikan masyarakat kepada segala sesuatu yang baik, penting, luhur, pantas, dan mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan dan kebaikan hidup bersama. Berikut ini definisi nilai sosial menurut pendapat para ahli. (http://alfinnitihardjo.ohlog.com/nilai-sosial.oh112673.html.).
Notonagoro dalam (Nurseno,  2007 : 29) mengemukakan bahwa nilai terdiri tiga macam nilai yaitu :
a.       Nilai Material
Nilai material yaitu segala benda yang berguna bagi manusia.
b.      Nilai Vital
Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan aktivitas atau kegiatan.
c.       Nilai Kerohanian
Nilai kerohanian yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai kerohanian dibagi menjadi empat yaitu (1) Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal manusia, (2) nilai keindahan, yang bersumber dari unsur rasa mannusia, (3) nilai moral, yang bersumber dari unsur kehendak atau kemauan, dan (4) nilai religius, yang merupakan nilai ketuhanan yang tinggi dan mutlak bersumber dari keyakinan dan kepercayaan manusia (agama).
Selain Notonogoro ada lagi yang berpendapat tentang macam-macam nilai, yang terdiri atas berikut :
a.       Nilai yang berhubungan dengan keindahan (estetika)
Nilai keindahan ini terdapat dalam segala bidang dan merupakan salah satu aspek budaya. Misalnya sastra, tari, seni suara, lukis dan seni-seni yang lain.
b.      Nilai yang berhubungan dengan pengetahuan
Nilai dalam pengetahuan mengutamakan dan selalu menuntut kebenaran sesuai konsep keilmuan pada umumnya. Pedoman nilai ini adalah nalar atau logika.
c.       Nilai berhubungan dengan agama atau kepercayaan
Sumber nilai ini adalah agama atau kepercayaan. Nilai yang berhubungan dengan agama berisi ajaran tentang benar atau salah yang erat kaitannya dengan sikap, perilaku dan perbuatan sesuai ajaran agama dan bertentangan atau menyimpan dari agama.
d.      Nilai yang berhubungan dengan kebendaan (ekonomis)
Nilai ini diukur dengan daya guna terhadap usaha manusia dalam mencukupi kebutuhannya, mengingat akan laba rugi dan segala cara dalam memperoleh benda-bend kebutuhan.
e.       Nilai yang berhubungan dengan kesehatan
Nilai ini sangat erat hubungannya dengan unsur biologis. Setiap manusia selalu menjaga organ tubuhnya agar tetap dalam keadaan normal dan sehat baik lahir maupun batin.
f.       Nilai yang berhubungan dengan undang-undang atau peraturan negara
Nilai ini menjadi pedoman bagi setiap warga negara agar mengetahui hak serta kewajbannya.
Dengan demikian nilai sosiologi dapat dibedakan atas nilai material (ekonomi), nilai estetika, nilai edukatif, nilai religi (moral), nilai kesehatan dan nilai undang-undang negara.


F.     Kerangka pikir
SASTRA
PUISI
PROSA
DRAMA
IMAJINATIF
NON IMAJINATIF
NOVEL
“5 CM”
INTRINSIK

EKSTRINSIK

NILAI SOSIOLOGI SASTRA

TEMUAN

 
















Tidak ada komentar: