Ranggasela
Lukisan barat merah jingga, “benar” masih terbayang dalam sanubariku.
Perlahan jingga telah kabur ditelam
kelam “aku juga manusia”.
Teriakan di puncak gunung menggemah hingga langit biru jadi merah kuning
jingga, terdiam dalam pertapa tak bertepi. Senja kini telah tenggelam, alam pun
telah malam, kelam mencekam hingga biru,
merah, kuning, jingga dan juga gelap jadi pelangi malam dalam pertapaku.
“ya! pelangi malam, mungkin
ini kisahku yang akan kukabarkan pada alam”
“pada alam!”
Alam tak memberi jawaban tentang pelangi dalam hidupku.
“apakah pelangi itu?”
Kembali lukisan barat merah jingga terbayang dalam mataku, aku belum
bisa lepas dan aku tak bisa melepasnya, separuh hidupku kulukiskan di dalamnya.
Namun pelangi itu menggodaku dengan warna-warni warnanya, “Tuhan
tunjukkanlah jalanMu”
Kini dalam ranggasela aku
berjalan mengikuti arus, entah kemana dan dimana ia akan berhenti. Tapi tak jiwaku
berkata harus tapi tak ragu berkata tidak.
Lagi lagi dan lagi, pelangi itu menyihir dengan mata sendunya. Hingga
sanja hari tiba.
Aku di sini melihat senja dalam kota, tak munkin, gedung pencakar langit
bukanlah gunung yang bisa didaki. Aku disana melihat pelangi malam dalam sunyi,
tak munkin, dalam gelap pelangi takkan bercahaya. Lalu jika pelangi muncul
dalam senja dapatkah aku meraih keduanya!
Ngigau dalam siang bolong terus
terulang, lagi, lagi dan lagi.
Tapi benar, aku tak berdusta sendu bening matanya terpancar kala senja
menyihir jiwa untuk berkata cinta. Namun janjiku pada senja diakhir semu akan
bertemu hingga malam tak berubah.
Dosakah aku menemani malam yang kesepian? hinakah aku menyanyangi senja
saat malam sudah tiba.? Jawabnya kini belum terungkap, hanya angan dan harapan
bahagiakan jiwa.
Kini setelah enam puluh rembulan telah senja kukira akan jelas terawang
dalam kabut, nyatanya awan badai belum juga kabur malah kini senandung senja
membanyang dalam pelupuk entah kemana. Aku tak tahu?
Setelah senja kabur dalam impian rembulan jadi pelangi malam dalam
mimpiku, tapi apakah ada pelangi malam itu? Jika ada, adakah
ia mau menamani hati sepi ini? Sebab malam membunuh impian hingga kerinduanku
tak kunjung berhenti.
End.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar